Oleh : Rivka Mayangsari*)
Dalam upaya melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial dan konten digital yang tidak sesuai, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Peraturan ini menegaskan pembatasan penggunaan media sosial (medsos) bagi anak-anak serta membatasi akses terhadap konten digital yang berbahaya.
Presiden Prabowo menyebutkan bahwa lahirnya PP ini berawal dari inisiatif Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, yang pertama kali melaporkan rencana pembentukannya pada 13 Januari 2025. Ia menegaskan bahwa regulasi ini bertujuan meminimalisir dampak negatif yang muncul dari paparan media sosial tanpa kontrol yang memadai.
PP ini tidak hanya membatasi usia pengguna media sosial, tetapi juga menegaskan pelarangan platform digital dalam menjadikan anak sebagai komoditas. Selain itu, peraturan ini bertujuan melindungi anak dari konten berbahaya, eksploitasi komersial, dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggar.
Menkomdigi Meutya Hafid menyampaikan bahwa kebijakan yang diberi nama “Tata Kelola untuk Anak Aman dan Sehat Digital” (TUNAS) merupakan bentuk nyata keberpihakan negara terhadap anak-anak.
Meutya menekankan bahwa TUNAS merupakan komitmen kolektif sebagai bangsa untuk memastikan ruang digital tidak hanya menjadi tempat hiburan, tetapi juga lingkungan yang aman dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.
Kebijakan TUNAS mengatur klasifikasi tingkat risiko platform digital berdasarkan tujuh aspek penilaian, termasuk potensi paparan konten tidak layak, keamanan data pribadi anak, risiko adiksi, dan dampak negatif pada kesehatan mental dan fisik anak. Selain itu, regulasi ini juga mewajibkan platform digital memberikan edukasi kepada anak dan orang tua tentang penggunaan internet yang bijak dan aman.
Pentingnya peran orang tua dalam mendukung kebijakan ini ditekankan melalui aturan pembatasan usia untuk pembuatan akun media sosial. Klasifikasi usia dibagi menjadi tiga kategori, yaitu di bawah 13 tahun, 13 hingga sebelum 16 tahun, dan 16 hingga sebelum 18 tahun. Setiap kategori memiliki syarat persetujuan dan pengawasan orang tua yang disesuaikan dengan tingkat risiko masing-masing platform.
Meutya menambahkan bahwa pemerintah ingin memastikan peran utama orang tua dalam mengawasi aktivitas digital anak-anak mereka. Menurutnya, pengawasan tersebut merupakan kolaborasi antara pemerintah, platform digital, dan semua pihak terkait.
Langkah tegas pemerintah mendapat dukungan kuat dari berbagai pihak, termasuk anggota Komisi I DPR RI, Okta Kumala Dewi. Ia menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah positif untuk mendukung perkembangan anak sekaligus melindungi mereka dari berbagai risiko yang timbul di dunia maya.
Okta menyebutkan bahwa tren penggunaan teknologi di kalangan anak-anak semakin meningkat, namun diiringi dengan potensi dampak negatif yang signifikan, seperti masalah perilaku dan kesehatan mental.
Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan bahwa 65,1 persen anak yang menggunakan gadget lebih dari 20 menit mengalami masalah perilaku seperti tantrum. Fakta ini menegaskan pentingnya pembatasan penggunaan gadget dan media sosial demi kesehatan mental dan fisik anak.
Selain itu, Okta memberikan apresiasi kepada Presiden Prabowo Subianto yang konsisten mendukung kebijakan perlindungan anak dalam era digital. Menurutnya, kebijakan ini diharapkan menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak-anak Indonesia sehingga mereka dapat menjadi generasi yang berkualitas menuju Indonesia Emas 2045.
Selain regulasi yang ketat, sosialisasi kebijakan secara masif menjadi bagian penting dalam memastikan implementasi berjalan efektif. Okta Kumala Dewi mendorong agar pemerintah dan pemangku kepentingan melakukan edukasi langsung kepada masyarakat melalui berbagai media.
Ia menegaskan bahwa sosialisasi yang melibatkan semua kalangan sangat penting agar masyarakat memahami konsekuensi dari penggunaan media sosial yang tidak terkendali.
Melalui pendekatan edukatif, diharapkan para orang tua dan anak-anak semakin sadar akan bahaya yang mengintai di dunia maya. Lebih dari itu, masyarakat diharapkan dapat berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan positif bagi anak-anak.
Di samping regulasi dan edukasi, kolaborasi antara berbagai pihak menjadi kunci utama dalam menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak-anak. Pemerintah, platform digital, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat diharapkan bersinergi dalam memastikan kebijakan ini diimplementasikan secara efektif. Dengan kerja sama yang kuat, anak-anak dapat terlindungi dari paparan konten negatif dan mendapatkan manfaat positif dari teknologi.
Kebijakan ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, platform digital, orang tua, dan masyarakat dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat. Dengan regulasi yang tegas dan edukasi yang masif, diharapkan anak-anak Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga generasi digital yang cerdas dan bertanggung jawab.
Melalui PP tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, pemerintah membuktikan kehadirannya dalam menjaga masa depan generasi muda di era digital. Dengan upaya ini, diharapkan Indonesia akan memiliki generasi emas yang siap bersaing di kancah global.
*) Pemerhati Sosial
Leave a Reply