Indonesia-Satu.com

Independen Terpercaya

Kebijakan Amnesti dan Abolisi Presiden Cerminkan Keberanian dan Kebijaksanaan
 

Oleh: Rayyan Fadhil )*
 
Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti dan abolisi terhadap dua tokoh nasional, Hasto Kristiyanto dan Thomas Lembong, mendapat respons positif dari berbagai pihak. Langkah ini dianggap sebagai wujud nyata keberanian dalam kepemimpinan dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan hukum di tengah tantangan politik dan hukum nasional.
 
Kebijakan tersebut dinilai sebagai bukti kuat bahwa kepala negara mampu mengedepankan semangat rekonsiliasi serta menjunjung tinggi nilai-nilai konstitusi. Melalui amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Presiden dinilai berhasil menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan kepentingan nasional yang lebih luas.
 
Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, menyampaikan apresiasi terhadap keputusan tersebut. Menurutnya, langkah Presiden merupakan bentuk kepemimpinan yang tidak ingin terjebak pada kegaduhan politik yang tidak produktif. Ia menilai kebijakan ini merupakan upaya Presiden menjaga stabilitas nasional dan mendorong arah pembangunan yang damai dan progresif.
 
Ahmad Sahroni juga menekankan bahwa pemberian abolisi terhadap Thomas Lembong bukan sekadar respons hukum, melainkan juga strategi politik kenegaraan yang matang. Ia menyatakan bahwa Presiden memahami urgensi menjaga suasana kondusif demi kelangsungan agenda-agenda penting negara, tanpa harus mengabaikan proses yudisial yang telah berjalan sebelumnya.
 
Langkah serupa disampaikan oleh Anggota Komisi XIII DPR RI, Yanuar Arif Wibowo. Ia menilai bahwa keputusan Presiden merupakan bukti kenegarawanan yang mengedepankan pandangan jernih atas persoalan hukum yang menjerat dua tokoh tersebut. Menurutnya, tidak ada intervensi dalam proses hukum, karena keputusan diambil setelah seluruh prosedur peradilan dijalani dan dinyatakan selesai.
 
Yanuar Arif Wibowo juga menggarisbawahi peran penting Kementerian Hukum dan HAM serta DPR RI yang secara sigap menanggapi dan menyetujui usulan pemberian amnesti dan abolisi. Menurutnya, ini mencerminkan kolaborasi kuat antara lembaga negara dalam mendukung arah kebijakan presiden yang berlandaskan konstitusi.
 
Ia menambahkan bahwa keputusan ini menjadi cerminan bagaimana negara dapat bersikap adil, rasional, dan humanis. Pemerintah, kata dia, tidak hanya berpikir soal penegakan hukum, tetapi juga memperhatikan dampak sosial dan politik dari suatu keputusan, terutama dalam kasus-kasus yang mendapat perhatian luas dari masyarakat.
 
Pemberian abolisi dan amnesti menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan RI semakin menegaskan pesan moral di balik keputusan tersebut. Menurut Yanuar, momen ini memberi makna tambahan terhadap semangat rekonsiliasi dan persatuan nasional, di mana Presiden menggunakan hak konstitusionalnya demi menjaga keutuhan bangsa.
 
Mantan Hakim Mahkamah, Konstitusi Jimly Asshiddiqie, juga memberikan tanggapan positif. Ia melihat langkah Presiden sebagai bentuk penggunaan kewenangan konstitusional yang sah dan strategis. Jimly menilai, keputusan ini tidak hanya menunjukkan ketegasan, tetapi juga kecerdasan dalam membaca situasi politik dan hukum secara objektif.
 
Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa pemberian pengampunan dalam bentuk abolisi dan amnesti memang jarang digunakan, namun tetap berada dalam koridor hukum. Ia menilai keputusan ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional, sekaligus menjadi preseden baik dalam tata kelola kenegaraan.
 
Dalam kasus Thomas Lembong, pengadilan menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak menikmati keuntungan pribadi dari kebijakan importasi gula yang dipersoalkan. Meski tetap divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara serta denda, proses pemberian abolisi menunjukkan bahwa negara memiliki mekanisme korektif yang adil melalui jalur konstitusional.
 
Sementara itu, dalam perkara Hasto Kristiyanto, terdapat fakta hukum mengenai keterlibatan dalam pemberian dana untuk operasi politik yang dinyatakan melanggar aturan. Namun, setelah proses peradilan selesai, Presiden menggunakan kewenangannya untuk menghapus seluruh konsekuensi hukum, sejalan dengan semangat keadilan restoratif.
 
Secara hukum, abolisi dan amnesti memiliki perbedaan yang mendasar. Abolisi menghapuskan peristiwa pidana, sedangkan amnesti menghapuskan akibat hukum dari suatu tindak pidana. Dalam konteks ini, keputusan terhadap Tom Lembong menghilangkan dakwaan, sedangkan keputusan terhadap Hasto menghapus dampak hukum dari vonis yang telah dijatuhkan.
 
Kedua pengampunan itu telah melalui proses formal melalui Surat Presiden yang diajukan ke DPR. Abolisi terhadap Tom Lembong tertuang dalam Surat Presiden Nomor R43/Pres/30 Juli 2025, sementara amnesti terhadap Hasto tercantum dalam Nomor 42/Pres/07/2025. Keduanya disetujui DPR dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan, politik, dan stabilitas nasional.
 
Keputusan ini menunjukkan bahwa Presiden tidak semata-mata memprioritaskan aspek politik dalam masa pemerintahannya, melainkan juga menjadikan prinsip-prinsip konstitusional sebagai dasar dalam menyelesaikan persoalan hukum. Ini mencerminkan cara pandang yang lebih luas, yakni bagaimana hukum berfungsi untuk keadilan, bukan sekadar hukuman.
 
Melalui langkah ini, pemerintah dinilai hadir secara penuh untuk membuktikan bahwa hukum dan kemanusiaan dapat berjalan berdampingan. Dengan tetap menjaga supremasi hukum, negara juga menunjukkan kepedulian terhadap kondisi sosial-politik masyarakat, terutama ketika kasus menyentuh tokoh yang punya kontribusi dalam kehidupan publik.
 
Kebijakan pengampunan ini tidak hanya berdampak pada dua orang terpidana, tetapi juga menjadi simbol bahwa pemerintahan saat ini mampu menyikapi persoalan dengan cara berdaulat dan terukur. Presiden Prabowo menampilkan sikap kenegarawanan yang tidak reaksioner, melainkan penuh pertimbangan dan tanggung jawab konstitusional.
 
)* Pemerhati Kebijakan Publik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *