JAKARTA – Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kesejahteraan buruh melalui beragam kebijakan yang lebih adaptif, inklusif, dan berpihak pada pekerja. Di tengah pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 yang menjadi sorotan publik, Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli menegaskan bahwa pemerintah berupaya keras menghadirkan skema pengupahan yang lebih adil bagi seluruh pekerja di Indonesia.
“Karena itu, ajakan untuk melakukan demonstrasi dinilai tidak relevan dan justru berpotensi menghambat proses perumusan kebijakan yang sedang berlangsung,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kemenaker, Jakarta.
Ditambahkannya bahwa penetapan upah minimum tahun depan tidak lagi menggunakan satu angka seragam untuk seluruh daerah. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi disparitas upah yang selama ini mencolok antarprovinsi maupun kabupaten/kota.
“Setiap daerah memiliki kondisi ekonomi yang berbeda sehingga memerlukan pendekatan yang lebih fleksibel dan tepat sasaran,” ujarnya.
Menurutnya, pendekatan baru tersebut juga merupakan tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan penghitungan kenaikan upah mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL). Selain itu, regulasi pengupahan kini akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) sehingga penetapan UMP tidak lagi terikat pada tenggat 21 November seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Saat ini Pemerintah tengah memfinalisasi draf PP sambil terus berkoordinasi dengan Dewan Pengupahan serta pemerintah daerah,” jelasnya.
Di berbagai daerah, perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan buruh juga ditunjukkan melalui peningkatan kapasitas perusahaan dalam menerapkan sistem upah yang lebih transparan. Di Kabupaten Mimika, 50 perusahaan mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) struktur skala upah yang digelar Disnakertrans setempat bersama BPJS Ketenagakerjaan. Program tersebut diharapkan memberikan kepastian mengenai jenjang karier dan kesejahteraan pekerja, sekaligus menciptakan sistem pengupahan yang lebih berkelanjutan.
Sekretaris Disnakertrans Mimika, Selvina Pappang, menjelaskan bahwa masih banyak perusahaan yang belum memahami struktur upah secara benar, terutama di sektor UMKM. Sementara itu, perusahaan skala besar diharapkan konsisten menerapkan standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang berlaku.
“Pemerintah daerah juga memperkuat akses perlindungan tenaga kerja melalui layanan digital serta peningkatan fasilitas kesejahteraan pekerja,” tutur Selvina.
Sementara di Kabupaten Kapuas, Sekretaris Komisi II DPRD Kapuas, H. Ahmad Zahidi, menyoroti masih lemahnya tanggung jawab sosial perusahaan, terutama terkait tingginya harga kebutuhan pokok di kawasan perusahaan yang menggerus daya beli buruh.
“Pihaknya akan mengawal isu perburuhan melalui rapat dengar pendapat (RDP) bersama serikat pekerja, pemerintah daerah, dan perusahaan. RDP lanjutan akan digelar untuk membahas faktor inflasi dan perlindungan sosial yang lebih komprehensif,” ungkapnya.
Berbagai langkah konkret tersebut menunjukkan bahwa pemerintah berada pada jalur yang tepat dalam memperjuangkan hak dan kesejahteraan buruh. Karena itu, ajakan demonstrasi yang muncul di tengah proses perumusan kebijakan hanya akan menciptakan kegaduhan dan menghambat dialog produktif. Masyarakat diimbau tetap tenang, mendukung proses kebijakan yang berbasis data, serta bersama-sama menjaga stabilitas sosial demi peningkatan kesejahteraan pekerja secara berkelanjutan. (*/rls)








Leave a Reply