Oleh: Riki Anggoro Pranata
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 18 November 2025 merupakan tonggak sejarah penting dalam dunia peradilan pidana Indonesia. Dengan sistem pembuktian yang lebih terbuka, perubahan ini tidak hanya mengakomodasi perkembangan teknologi, tetapi juga berusaha untuk memenuhi kebutuhan keadilan yang lebih modern dan lebih responsif terhadap tantangan zaman. Hal ini diharapkan dapat menciptakan sistem peradilan yang lebih transparan, adil, dan berkeadilan, memberikan hak yang lebih besar kepada setiap individu yang terlibat dalam proses peradilan, baik itu terdakwa, saksi, atau korban.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjelaskan bahwa perubahan ini sangat progresif, terutama dalam hal sistem pembuktian yang diterapkan. Ia menegaskan bahwa KUHAP yang baru akan memperluas jenis alat bukti yang dapat diterima di pengadilan, membuka ruang yang lebih besar bagi hakim untuk menilai berbagai jenis bukti yang relevan dengan perkembangan zaman. Sistem pembuktian yang terbuka memberikan kesempatan bagi bukti modern, seperti bukti elektronik dan bukti ilmiah, untuk diterima, memberikan ruang yang lebih luas bagi pencapaian keadilan.
Sistem pembuktian yang baru ini muncul karena tantangan yang dihadapi sistem peradilan pidana Indonesia dengan pesatnya perkembangan teknologi dan bukti digital yang kini menjadi hal yang umum dalam dunia hukum. Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara Dr. Marsudin Nainggolan, SH., MH., mengatakan bahwa pembaruan ini sangat penting agar hukum acara pidana dapat menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi yang terus berkembang. Sistem pembuktian lama terbatas hanya pada lima jenis alat bukti yang sangat konvensional. Padahal, perkembangan teknologi dan digitalisasi menuntut adanya bukti baru yang lebih relevan.
Pembaruan ini juga mendorong pembaruan besar terhadap cara bukti diperoleh dan diterima dalam proses peradilan pidana. Bukti yang dulunya hanya terbatas pada keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan keterangan terdakwa kini diperluas dengan mencakup barang bukti, bukti elektronik, pengamatan hakim, dan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian sepanjang diperoleh dengan cara yang sah.
Sistem pembuktian terbuka atau open system of evidence adalah sistem yang tidak membatasi jenis alat bukti secara ketat, memberikan kebebasan bagi hakim untuk menerima bukti yang relevan dan ilmiah, termasuk bukti yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam hukum sebelumnya. Sistem ini adalah sebuah bentuk sistem pembuktian yang lebih fleksibel dan modern. Hakim diberikan ruang untuk menerima berbagai jenis bukti, baik itu bukti ilmiah, elektronik, maupun bukti lain yang relevan dengan perkara yang sedang diperiksa.
Sistem pembuktian terbuka ini merupakan antitesis dari sistem pembuktian tertutup atau closed evidence system, yang membatasi jenis alat bukti hanya pada sejumlah alat bukti yang sudah diatur dalam perundang-undangan, dan tidak memberikan ruang untuk mengakomodasi bukti-bukti baru yang muncul seiring dengan perkembangan zaman, terutama yang berkaitan dengan teknologi.
Salah satu perubahan paling mencolok dalam KUHAP baru adalah diperkenalkannya jenis alat bukti baru yang tidak dikenal dalam KUHAP lama. KUHAP lama, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, hanya mengenal lima alat bukti: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Sementara itu, KUHAP baru memperkenalkan alat bukti yang lebih luas, yakni barang bukti, bukti elektronik, pengamatan hakim, dan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian sepanjang diperoleh secara sah dan tidak melawan hukum (Pasal 235 ayat (1) KUHAP Baru).
Selain itu, pasal 242 KUHAP baru menegaskan bahwa bukti elektronik mencakup segala bentuk informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau sistem elektronik yang berkaitan dengan tindak pidana. Hal ini menunjukkan bahwa hukum acara pidana di Indonesia kini mulai mengakomodasi bukti digital, seperti rekaman CCTV, metadata, rekaman drone, pesan teks, dan bahkan bukti ilmiah seperti hasil forensik digital.
Perkembangan teknologi, terutama dalam bidang digital, telah memperkenalkan jenis-jenis bukti yang sebelumnya tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia. Misalnya, bukti berupa metadata, jejak digital, rekaman CCTV, hingga rekaman drone kini dapat diterima sebagai bukti sah dalam peradilan pidana. Hal ini memerlukan adanya perubahan dalam sistem pembuktian, mengingat kuantitas dan kualitas data yang tersedia semakin berkembang.
Sistem pembuktian terbuka memberikan solusi terhadap tantangan ini dengan tidak membatasi jenis bukti yang dapat digunakan. Ini memberi ruang bagi hakim untuk menerima bukti yang lebih relevan, baik itu yang berasal dari teknologi informasi maupun bukti ilmiah. Analis Perkara Pengadilan Negeri Rembang, Andi Alvat, menjelaskan bahwa sistem pembuktian terbuka ini penting karena menyesuaikan dengan tantangan zaman. Namun, tetap harus memastikan bahwa penggunaan bukti modern ini tidak mengabaikan hak-hak asasi manusia dalam proses peradilan.
KUHAP baru juga memberikan peran yang lebih besar kepada hakim dalam menilai bukti yang ada. Salah satu perubahan penting dalam KUHAP baru adalah dimasukkannya pengamatan hakim sebagai alat bukti yang sah. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 235 ayat (1) huruf g, pengamatan hakim dapat digunakan untuk memperkuat keyakinan hakim dalam menentukan kesalahan atau kebenaran dalam suatu perkara. Hal ini memberikan fleksibilitas lebih bagi hakim untuk menilai bukti yang ada dan membuat keputusan yang lebih adil dan sesuai dengan keadaan.
Penerapan sistem pembuktian terbuka dalam KUHAP baru memberikan banyak kelebihan. Sistem ini tidak hanya meningkatkan transparansi dan keadilan, tetapi juga memastikan bahwa bukti yang lebih relevan dan mutakhir dapat diterima. Misalnya, bukti elektronik yang diperoleh melalui rekaman digital atau data yang disimpan dalam sistem elektronik dapat digunakan sebagai bukti yang sah.
Sistem pembuktian terbuka dalam KUHAP baru merupakan langkah maju dalam memperbarui sistem peradilan pidana Indonesia. Pembaruan ini memungkinkan pengadilan untuk menerima jenis bukti yang lebih luas dan relevan dengan perkembangan teknologi. Dengan sistem ini, proses pembuktian menjadi lebih fleksibel, modern, dan responsif terhadap tantangan zaman. Hal ini tidak hanya menguntungkan bagi penyelesaian perkara, tetapi juga meningkatkan keadilan dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
)*Penulis Merupakan Pengamat Hukum









Leave a Reply