Oleh: Benyamin S. Wardhana (*
Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam memastikan keberlanjutan dan peningkatan kualitas pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu program prioritas nasional. Dengan dampak sosial dan ekonomi yang sangat luas, penyempurnaan regulasi MBG menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa setiap kebijakan berjalan efektif, transparan, dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat, khususnya generasi muda penerus bangsa.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa penyempurnaan regulasi MBG menjadi hal penting mengingat program ini menyasar hingga 82,9 juta penerima manfaat di seluruh Indonesia. Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menyepakati tiga regulasi utama yang ditargetkan rampung pada awal November, yaitu Keputusan Presiden (Keppres) tentang Tim Koordinasi Penyelenggaraan MBG, Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan MBG, dan Perpres tentang Struktur Organisasi, Tata Kerja, serta Kelembagaan Badan Gizi Nasional (BGN).
Zulkifli Hasan juga mengungkapkan bahwa Keppres yang menetapkan koordinasi program di bawah Kemenko Pangan direncanakan akan terbit setelah penyelesaian Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). Langkah tersebut diharapkan dapat memperkuat integrasi lintas sektor dan memperjelas mekanisme pelaksanaan di lapangan. Ia menambahkan bahwa penerbitan dua Perpres lainnya juga dipersiapkan untuk memperkuat pengawasan dan memastikan tata kelola program MBG berjalan lebih sempurna. Dengan adanya regulasi tersebut, setiap tahapan mulai dari perencanaan, distribusi, hingga evaluasi akan memiliki landasan hukum dan pedoman teknis yang lebih kokoh.
Dari sisi legislatif, dukungan penuh juga datang dari DPR RI. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menilai bahwa Perpres MBG akan menjadi pijakan hukum penting agar pelaksanaan program lebih tertib, transparan, dan menjamin kualitas makanan yang dibagikan kepada penerima manfaat. Ia berharap proses finalisasi dan sosialisasi Perpres MBG dapat segera dilakukan agar implementasi di lapangan memiliki kepastian hukum yang kuat.
Netty menilai bahwa substansi Perpres sebaiknya juga memuat ketentuan teknis, seperti waktu produksi makanan di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Pengaturan tersebut, menurutnya, penting untuk menjamin mutu, kebersihan, dan kesegaran makanan bagi anak-anak penerima manfaat setiap harinya. Langkah penguatan regulasi ini tidak hanya memperkuat aspek administratif, tetapi juga melindungi kualitas gizi dan kesehatan masyarakat. Dengan payung hukum yang jelas, setiap pelaksana di lapangan memiliki panduan yang pasti dalam memastikan makanan bergizi tersaji dengan aman dan sesuai standar.
Pandangan senada disampaikan oleh ahli gizi, Mochammad Rizal, yang menilai bahwa Program MBG memiliki potensi besar dalam meningkatkan status gizi dan kesehatan anak-anak Indonesia. Ia berpendapat bahwa kebijakan tersebut perlu terus dievaluasi dan disempurnakan agar manfaatnya benar-benar optimal sebagai investasi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045. Menurut Rizal, selain meningkatkan taraf kesehatan dan status gizi, MBG juga diharapkan dapat memotivasi anak-anak untuk lebih semangat bersekolah. Dengan perut yang terisi makanan bergizi, konsentrasi belajar meningkat dan semangat menuntut ilmu pun tumbuh.
Rizal menambahkan bahwa manfaat program MBG tidak hanya dirasakan oleh peserta didik, tetapi juga memberi dampak ekonomi yang luas bagi masyarakat lokal. Rantai pasok pangan seperti petani, nelayan, hingga penyedia katering lokal turut terdorong untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk mereka. Ia menilai bahwa kebijakan pembatasan produksi maksimal 2.000 porsi pada satuan penyedia makanan, sebagaimana tertuang dalam rancangan regulasi baru, merupakan langkah perbaikan yang tepat. Menurutnya, langkah ini akan mengurangi beban kerja di Satuan Penyediaan Pangan Bergizi (SPPG) sekaligus menekan risiko keamanan pangan. Semakin kecil skala produksi, semakin mudah menjaga standar kualitas dan higienitas makanan.
Penyusunan regulasi MBG juga mencerminkan semangat reformasi birokrasi dalam tata kelola program strategis nasional. Kejelasan struktur organisasi dan pembagian kewenangan antarlembaga diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Melalui regulasi yang kuat, pengawasan dapat dilakukan secara sistematis, sementara evaluasi dampak bisa dilaksanakan berbasis data dan indikator gizi yang terukur.
Kementerian dan lembaga terkait akan berperan aktif dalam memastikan penyelarasan kebijakan antara pusat dan daerah, terutama terkait distribusi bahan pangan, penyediaan fasilitas dapur sehat, serta pemantauan kualitas gizi makanan. Pendekatan kolaboratif lintas sektor, antara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat sipil akan menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan MBG yang berkelanjutan. Pemerintah tampaknya memahami bahwa keberhasilan MBG tidak hanya diukur dari banyaknya porsi makanan yang tersalurkan, tetapi juga dari kualitas dampak sosial yang ditimbulkan. Dengan regulasi yang matang, pelaksanaan MBG diharapkan dapat menjadi model program pemberdayaan sosial yang efektif, mendorong pemerataan gizi, sekaligus meningkatkan produktivitas masyarakat di sektor pangan.
Menatap target rampungnya regulasi MBG pada awal November, semua pihak perlu memberikan dukungan terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki desain kelembagaan dan mekanisme kerja program. Dukungan publik, termasuk dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan pelaku usaha lokal, akan menjadi bagian penting dalam memastikan bahwa kebijakan ini berjalan sesuai tujuan. Program MBG merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam menciptakan generasi sehat, cerdas, dan produktif. Penyempurnaan regulasi yang sedang difinalisasi bukan sekadar langkah administratif, tetapi bagian dari upaya besar menuju sistem pangan dan gizi nasional yang lebih kuat dan berkeadilan.
Kini, saatnya semua elemen masyarakat bersatu mendukung penyempurnaan regulasi MBG. Dengan tata kelola yang transparan dan berkualitas, program ini akan menjadi pondasi penting dalam membangun masa depan Indonesia yang sehat, berdaya saing, dan berkelanjutan.
(* Penulis merupakan Pemerhati Kebijakan Publik












Leave a Reply