Oleh : Fahri Nur Huda )*
Salah satu tantangan besar dalam pembangunan nasional adalah menyediakan hunian yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat. Terlebih bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), rumah bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga simbol stabilitas sosial dan pengungkit kesejahteraan ekonomi. Dalam konteks inilah, kebijakan pemerintah yang menargetkan pembangunan 3 juta rumah dalam lima tahun ke depan menjadi langkah strategis sekaligus monumental. Program ini bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan bagian dari misi besar mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan.
Anggota DPR RI, Hamka B. Kady, dalam pernyataannya menyambut optimisme terhadap terobosan pemerintah tersebut. Pihaknya meyakini bahwa pembangunan 3 juta rumah merupakan bentuk nyata keberpihakan negara terhadap kelompok masyarakat yang selama ini menghadapi kesulitan dalam mengakses hunian yang layak. Menurutnya, program ini tidak hanya penting dari sisi angka, tetapi juga dari dampak sosialnya yang besar terhadap pengurangan ketimpangan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Optimisme serupa juga diungkapkan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait. Pihaknya menegaskan bahwa program ini merupakan hasil dari keterpaduan kebijakan lintas sektor, mulai dari pembiayaan, pengadaan lahan, hingga sinergi dengan pemerintah daerah dan sektor swasta. Maruarar ingin memastikan bahwa setiap pembangunan rumah dalam program ini betul-betul menyasar mereka yang membutuhkan, dengan prinsip berkelanjutan dan berpihak pada rakyat kecil. Dengan kata lain, program ini bukan sekadar bangun rumah sebanyak-banyaknya, tetapi juga membangun ekosistem perumahan yang adil dan inklusif.
Yang membuat inisiatif ini semakin menjanjikan adalah dukungan investasi yang sangat besar. Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah, mengungkap bahwa terdapat komitmen investasi jumbo senilai US$5 miliar atau sekurang-kurangnya Rp75 triliun yang digelontorkan untuk mendukung percepatan pembangunan rumah. Ini menunjukkan bahwa dunia usaha dan para investor juga memandang program ini sebagai peluang yang menjanjikan dan berkelanjutan. Investasi sebesar ini bukan hanya soal dana, melainkan juga mencerminkan kepercayaan terhadap visi dan arah pembangunan yang sedang dijalankan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Dukungan terhadap program 3 juta rumah tidak hanya datang dari pemerintah pusat dan dunia usaha nasional, tetapi juga dari sektor perbankan daerah. Salah satunya adalah bank bjb yang menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh target pembangunan ini. Di bawah kepemimpinan Direktur Utama terpilih Yusuf Saadudin, bank bjb siap menjadi bagian aktif dalam penyediaan akses hunian layak bagi MBR, khususnya di wilayah Jawa Barat. Melalui semangat gotong royong, bank bjb tidak hanya akan memberikan dukungan pembiayaan, tetapi juga meningkatkan sinergi lintas sektor agar pembangunan rumah tidak terhambat oleh hambatan teknis.
Komitmen seperti ini sangat penting mengingat kebutuhan perumahan di Indonesia masih sangat besar. Seperti yang diketahui, backlog perumahan nasional mencapai lebih dari 12 juta unit. Artinya, jutaan keluarga Indonesia masih belum memiliki tempat tinggal yang layak. Dengan target 3 juta rumah dalam lima tahun, pemerintah setidaknya berusaha memangkas secara signifikan angka tersebut. Jika program ini berjalan dengan lancar dan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan dunia usaha, maka bukan tidak mungkin backlog perumahan bisa ditekan secara drastis.
Namun demikian, tantangan tentu tetap ada. Ketersediaan lahan, proses perizinan, keterjangkauan harga, hingga kesiapan infrastruktur pendukung di kawasan permukiman menjadi aspek penting yang harus ditangani secara terintegrasi. Oleh karena itu, sinergi antarkementerian, pemerintah daerah, pengembang, perbankan, serta masyarakat menjadi kunci keberhasilan program ini. Selain itu, keberhasilan tidak bisa hanya diukur dari jumlah rumah yang dibangun, tetapi juga dari kualitas, aksesibilitas, serta keberlanjutan sosial dan lingkungannya.
Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap rumah yang dibangun tidak hanya layak huni secara fisik, tetapi juga memiliki akses terhadap air bersih, listrik, jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Tanpa itu semua, rumah hanyalah bangunan kosong yang tidak memiliki daya ungkit terhadap kesejahteraan. Karenanya, konsep pembangunan kawasan permukiman harus mengedepankan prinsip keterpaduan dan inklusivitas, sebagaimana yang telah ditekankan oleh Menteri PKP.
Dalam jangka panjang, program pembangunan 3 juta rumah juga akan memberi dampak ekonomi yang besar. Sektor konstruksi akan bergerak, lapangan kerja terbuka, serta terjadi peningkatan permintaan bahan bangunan dan jasa terkait. Efek domino ini akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif. Oleh karena itu, pembangunan perumahan tidak hanya berbicara tentang kebutuhan dasar, tetapi juga menjadi lokomotif pertumbuhan yang menyasar langsung masyarakat bawah.
Dengan begitu, partisipasi aktif dalam menjaga kawasan permukiman, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, serta membentuk solidaritas antarwarga menjadi fondasi yang memperkuat keberlanjutan dari program ini. Pemerintah dapat membangun rumah, tetapi masyarakatlah yang akan menjadikannya sebagai rumah tangga yang harmonis dan produktif.
)* Penulis merupakan Pengamat Tata Kota.
Leave a Reply