Oleh : Dini Andita )*
Pemerintah tengah memulai babak baru dalam sejarah pembangunan infrastruktur energi melalui peluncuran target elektrifikasi desa yang lebih ambisius. Sebanyak 10.068 desa dan dusun akan menjadi sasaran utama dalam Program Listrik Desa (Lisdes) 2025–2029, sebagaimana tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034. Inisiatif ini bukan hanya mencerminkan keberlanjutan pembangunan, tetapi juga mengukuhkan tekad negara untuk menghadirkan keadilan energi hingga ke pelosok.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa program elektrifikasi desa ini merupakan mandat langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Pemerintah berkomitmen menjalankan inventarisasi wilayah-wilayah yang belum berlistrik dan membangun sistem penyambungan yang efektif selama lima tahun ke depan. Tidak hanya menjadi kebutuhan dasar, listrik didefinisikan sebagai simbol pemerataan pembangunan nasional. Setiap rumah tangga, baik di pusat kota maupun di pulau terpencil, berhak atas akses listrik selama 24 jam penuh.
Target elektrifikasi ini menyasar lebih dari 780 ribu rumah tangga dan akan didukung pembangunan pembangkit listrik baru berkapasitas total 394 megawatt. Pemerintah membuka peluang bagi sektor swasta untuk berpartisipasi, mengingat kebutuhan investasi yang diperkirakan mencapai Rp50 triliun. Pendekatan inklusif ini memperlihatkan keseriusan negara dalam menjadikan proyek energi sebagai ekosistem partisipatif yang menyentuh seluruh elemen bangsa.
Antusiasme terhadap program ini mengemuka di berbagai daerah. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hidayat Arsani, menyampaikan apresiasi terhadap peran aktif PLN dalam menjaga ketersediaan listrik di wilayahnya. Dengan cadangan daya sebesar 50–60 megawatt di Pulau Bangka dan 21 megawatt di Pulau Belitung, wilayah ini memiliki keunggulan dalam stabilitas pasokan energi. Kondisi ini dinilai mendukung pengembangan sektor industri, pariwisata, hingga UMKM yang mengandalkan kontinuitas energi.
General Manager PLN Unit Induk Wilayah Bangka Belitung, Dini Sulistyawati, menjelaskan bahwa pihaknya telah siap bersinergi dengan pemerintah daerah dan pusat untuk menjangkau lebih banyak wilayah terpencil. Melalui program CSR, PLN memperluas durasi pelayanan listrik di beberapa pulau kecil seperti Pulau Kelapan dan Pulau Buntar menjadi 24 jam. Dini menambahkan bahwa PLN turut mendukung penggunaan kendaraan listrik di lingkungan pemerintahan provinsi dan pengoptimalan Pajak Penerangan Jalan sebagai sumber pembiayaan lokal.
Langkah PLN ini memperkuat keyakinan bahwa keberhasilan elektrifikasi membutuhkan sinergi antarlembaga. Kolaborasi tersebut tidak hanya penting untuk menjamin keberlanjutan teknis, tetapi juga menjadi jalan menuju transisi energi yang lebih ramah lingkungan. Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif agar masyarakat desa merasa memiliki infrastruktur kelistrikan yang dibangun, sekaligus ikut serta dalam menjaga dan mengawasi pemanfaatannya.
Program Lisdes juga menyimpan dimensi strategis yang lebih luas. Melalui pembangunan jaringan transmisi sepanjang 49 ribu kilometer sebagaimana tercantum dalam RUPTL, negara sedang membangun tulang punggung distribusi energi nasional. Transmisi ini didesain untuk menopang pemanfaatan energi baru dan terbarukan, memastikan bahwa proses elektrifikasi tidak hanya cepat dan merata, tetapi juga berkelanjutan secara ekologis.
Keberadaan listrik di desa tidak bisa lagi dipandang sekadar layanan teknis. Dampaknya sangat nyata pada sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Anak-anak memiliki ruang belajar yang lebih luas di malam hari, layanan medis berjalan lebih efisien, dan pelaku usaha kecil memperoleh daya saing yang lebih besar. Hidayat Arsani menilai bahwa listrik adalah kunci utama pertumbuhan investasi dan efisiensi layanan publik. Ia berharap elektrifikasi menjadi pemicu integrasi wilayah serta contoh bagi provinsi lain dalam mendorong pembangunan berbasis energi.
Penekanan pada partisipasi masyarakat juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Pemerintah ingin memastikan bahwa proyek ini tidak hanya berlangsung sebagai pembangunan satu arah dari pusat ke daerah, melainkan proses dinamis yang melibatkan komunitas lokal. Partisipasi warga dalam pemeliharaan dan penggunaan energi akan menentukan keberlanjutan infrastruktur tersebut.
Dampak lain yang diharapkan dari program Lisdes adalah percepatan pertumbuhan kawasan perdesaan. Dengan pasokan energi yang stabil, pemerintah daerah dapat mengembangkan sektor unggulan lokal secara lebih efektif. Listrik menjadi fondasi penting dalam membangun pusat-pusat ekonomi baru di luar kota besar. Hal ini sejalan dengan visi pemerataan pembangunan dan pengurangan kesenjangan antarwilayah.
Dini Sulistyawati menegaskan bahwa seluruh pelaksanaan program Lisdes akan mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Pengawasan ketat akan dilakukan untuk memastikan setiap proyek berjalan tepat waktu dan tepat sasaran. Kepastian teknis dan pembiayaan operasional juga telah disiapkan agar tidak terjadi stagnasi dalam pelaksanaannya.
Komitmen tinggi dari pemerintah pusat dan daerah, didukung oleh kesiapan PLN dan antusiasme masyarakat, menjadi fondasi kuat untuk merealisasikan elektrifikasi nasional. Ini bukan hanya proyek penyediaan listrik, melainkan lompatan besar menuju Indonesia yang lebih setara, modern, dan berdaya saing.
Program Lisdes juga memperkuat posisi Indonesia dalam forum global terkait transisi energi dan ketahanan energi nasional. Pemerintah bertekad agar tidak ada satu pun wilayah yang tertinggal dari kemajuan. Desa-desa yang sebelumnya gelap kini disiapkan untuk menjadi bagian dari peta energi nasional yang terang dan tangguh.
Melalui langkah ini, pemerintah membuktikan bahwa negara hadir sampai ke pelosok dengan membawa simbol paling nyata dari pembangunan: terang yang adil bagi semua. Elektrifikasi desa bukan hanya mengalirkan daya, tetapi juga menghubungkan harapan-harapan rakyat dengan masa depan yang lebih terang dan setara.
)* Penulis merupakan Pengamat Isu Strategis
Leave a Reply