Oleh : Dina Maulida )*
Stabilitas nilai tukar rupiah menjadi cerminan kekuatan fundamental ekonomi Indonesia sekaligus menjadi indikator utama kepercayaan pasar terhadap kebijakan pemerintah. Dalam menghadapi tantangan eksternal yang semakin dinamis (seperti gejolak pasar keuangan global, ketegangan geopolitik, dan kebijakan proteksionisme ekonomi sejumlah negara) pemerintah Indonesia mengambil langkah proaktif melalui peluncuran enam paket stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun. Langkah ini patut diapresiasi sebagai bentuk komitmen negara dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional dan daya beli masyarakat, sekaligus mendukung stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Menurut Bank Indonesia (BI), kondisi cadangan devisa (cadev) Indonesia per akhir Mei 2025 tetap tinggi di angka US$152,5 miliar atau setara Rp2.485,7 triliun. Ini merupakan sinyal kuat bahwa fundamental ekonomi nasional tetap kokoh meski tekanan global meningkat. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa kestabilan posisi cadev didukung oleh penerimaan pajak dan jasa serta devisa dari sektor migas, yang mampu mengimbangi kewajiban pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Selain itu, sinergi antara BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah menjadi langkah strategis di tengah fluktuasi global yang tinggi. Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah ini bukan hanya simbol ketahanan ekonomi, melainkan merupakan strategi untuk menciptakan kepercayaan di mata pelaku pasar. Kurs rupiah yang tetap stabil di kisaran Rp16.300 per dolar AS menunjukkan efektivitas bauran kebijakan fiskal dan moneter yang dijalankan pemerintah bersama Bank Indonesia.
Dari sisi fiskal, pemerintah meluncurkan enam program stimulus yang menyasar sektor-sektor strategis dalam mendongkrak konsumsi masyarakat dan mendukung mobilitas ekonomi domestik. Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menilai bahwa stimulus ini terbukti memberikan dampak positif terhadap stabilitas nilai tukar rupiah. Lima dari enam paket stimulus yang digulirkan pemerintah memiliki fokus langsung pada peningkatan daya beli masyarakat dan perputaran ekonomi, terutama selama momentum libur sekolah pada Juni–Juli 2025.
Stimulus pertama berupa diskon moda transportasi untuk mendorong mobilitas masyarakat, yang secara tidak langsung akan memperkuat sektor pariwisata dan perdagangan antarwilayah. Stimulus kedua, yaitu potongan tarif tol sebesar 20 persen oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT), turut mendorong kelancaran distribusi barang dan jasa. Ketiga, perluasan bantuan sosial berupa distribusi beras 10 kg kepada masyarakat berpendapatan rendah menjadi instrumen penting dalam menjaga ketahanan pangan.
Keempat, pemerintah menggelontorkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi 17,3 juta pekerja dan 565 ribu guru honorer yang berpenghasilan di bawah Rp3,5 juta per bulan. Ini bukan hanya wujud kepedulian sosial, tetapi juga bentuk investasi jangka pendek dalam menjaga konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Kelima, diskon 50 persen iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja sektor padat karya memberikan nafas tambahan bagi pelaku usaha agar tetap mampu menjaga operasional dan menyerap tenaga kerja.
Meskipun rencana diskon tarif listrik akhirnya dibatalkan dengan alasan efisiensi fiskal, pemerintah melakukan langkah korektif dengan menambah alokasi BSU dari awalnya Rp150 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan. Penyesuaian ini membuktikan bahwa pemerintah tetap adaptif dalam menyusun kebijakan, dengan mengedepankan efektivitas dampak terhadap ekonomi riil. Semua program tersebut dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yang dialokasikan melalui efisiensi belanja non-prioritas, optimalisasi anggaran kementerian/lembaga, serta pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL).
Ariston Tjendra menegaskan bahwa stimulus ini menjadi refleksi ketangguhan ekonomi Indonesia dalam merespons dinamika global, termasuk kenaikan tarif ekspor-impor yang diberlakukan oleh pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump. Ketika banyak negara berkembang mengalami tekanan berat terhadap nilai tukar mata uang mereka, Indonesia justru mampu mempertahankan stabilitas rupiah dengan bauran kebijakan yang tepat sasaran.
Sementara Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, juga menyambut positif stimulus ekonomi yang diumumkan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Menurutnya, program senilai Rp24,44 triliun ini tidak hanya memperkuat daya beli masyarakat, tetapi juga memberikan sinyal positif kepada investor. Dalam kondisi perlambatan ekonomi global saat ini, langkah pemerintah untuk mendorong konsumsi domestik dan mempercepat belanja negara menjadi sangat krusial.
Ibrahim menambahkan bahwa percepatan realisasi anggaran yang sebelumnya sempat tertunda karena proses realokasi, perlu segera dilaksanakan agar dampaknya terasa nyata di lapangan. Ketika pemerintah hadir secara aktif melalui belanja dan subsidi, maka ekspektasi pasar terhadap arah ekonomi nasional akan menguat, yang pada akhirnya dapat menarik kembali aliran modal asing ke pasar modal Indonesia. Hal ini penting mengingat salah satu penyebab tekanan terhadap rupiah dalam beberapa waktu terakhir adalah arus keluar dana asing akibat ketidakpastian global.
Peluncuran stimulus ekonomi ini juga menjadi bagian dari strategi transisi menuju ketahanan ekonomi yang lebih inklusif. Pemerintah tidak sekadar menjaga stabilitas rupiah dalam jangka pendek, tetapi juga memperkuat fondasi pertumbuhan melalui penguatan konsumsi, perlindungan sosial, serta insentif terhadap sektor padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja besar.
Masyarakat patut berbangga karena di tengah guncangan global yang tidak menentu, pemerintah Indonesia hadir dengan solusi konkret dan adaptif. Stimulus ekonomi yang dirancang secara matang dan dibiayai secara hati-hati menunjukkan bahwa negara ini memiliki kapasitas untuk menghadapi tantangan dan membaliknya menjadi peluang.
)* Penulis merupakan Pengamat Ekonomi.
Leave a Reply