Oleh : Dimas Eko Pratama )*
Upaya mewujudkan swasembada energi merupakan agenda strategis yang sangat menentukan masa depan ekonomi Indonesia. Pemerintah saat ini menghadapi tantangan besar berupa peningkatan kebutuhan energi nasional, fluktuasi harga komoditas global, hingga persoalan pasokan yang memerlukan penyelesaian jangka panjang. Dalam konteks tersebut, kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan berbagai asosiasi sektor energi menjadi langkah krusial untuk memastikan seluruh komponen pembangunan energi berjalan selaras. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat stabilitas pasokan dalam negeri, tetapi juga menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempercepat transformasi menuju kemandirian energi yang berkelanjutan.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira menegaskan bahwa posisi kolaborasi antara pemerintah, industri, dan asosiasi kini semakin relevan di tengah dinamika kebutuhan energi nasional. Menurutnya, persoalan aktual terkait pasokan batu bara untuk PLN perlu disikapi dengan langkah bersama yang mengedepankan kesepahaman. Perbedaan kepentingan antara penyedia batu bara dan kebutuhan domestik harus dijembatani melalui mekanisme dialog dan koordinasi yang lebih intensif. Dengan kolaborasi yang kuat, titik temu harga yang ideal dan berkeadilan bagi semua pihak dapat ditemukan, sehingga keberlanjutan pasokan listrik nasional tetap terjaga.
Anggawira menekankan bahwa energi merupakan salah satu komitmen utama Presiden Prabowo Subianto dalam pembangunan nasional ke depan. Pemerintah kini sedang mendorong optimalisasi sumber daya migas, minerba, hingga pengembangan potensi energi masyarakat sebagai strategi bisnis masa depan. Langkah ini bukan hanya bertujuan memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi juga menciptakan ekosistem energi yang inklusif dengan melibatkan masyarakat sebagai aktor penting dalam produksi energi baru. Dengan strategi tersebut, pemerintah berharap Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor energi dan memperkuat ketahanan nasional di tengah volatilitas global.
Di sisi lain, dinamika pertambangan batubara juga memerlukan perhatian khusus agar tidak mengganggu keseimbangan pasokan dalam negeri dan orientasi ekspor. Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Gita Mahyarani, menyampaikan bahwa kolaborasi pemerintah dengan pihak industri menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ini. Menurutnya, tantangan terkait penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), termasuk persoalan perizinan, perlu dihadapi secara bersama-sama agar kegiatan operasional pertambangan dapat berjalan lebih efektif. Harmonisasi regulasi dan kebijakan antarinstansi menjadi sangat penting untuk memberikan kepastian usaha kepada para pelaku industri, sekaligus memastikan kebutuhan domestik tidak terabaikan.
Gita juga menyoroti bahwa sektor batubara masih menjadi tulang punggung penyediaan energi nasional, terutama bagi kebutuhan listrik. Oleh karena itu, kesinambungan produksi dan distribusi batubara harus dipastikan melalui kebijakan yang responsif terhadap perubahan situasi pasar global. Dukungan industri terhadap kebijakan pemerintah memainkan peran besar dalam menjaga ketersediaan pasokan domestik, terutama pada periode ketika terjadi kenaikan permintaan listrik nasional. Kolaborasi erat antara pemerintah dan industri memungkinkan adanya pengaturan yang lebih seimbang antara orientasi ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Sementara itu, sektor minyak dan gas (migas) menghadapi tantangan berbeda, khususnya terkait penurunan produksi dan peningkatan kebutuhan energi fosil dalam jangka panjang. Executive Director Indonesia Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong, menyatakan bahwa outlook migas Indonesia menunjukkan tren kenaikan kebutuhan minyak dan gas dalam beberapa dekade ke depan. Kondisi ini menuntut langkah strategis yang berpihak pada kepastian investasi, terutama untuk eksplorasi dan produksi. Tanpa dukungan regulasi yang adaptif, Indonesia berisiko semakin bergantung pada impor migas yang berdampak pada stabilitas energi nasional.
Marjolijn menambahkan bahwa kepastian kontrak jangka panjang antara pemerintah dengan industri menjadi krusial dalam menjaga keberlanjutan investasi. Revisi regulasi migas yang lebih komprehensif diperlukan untuk menciptakan iklim usaha yang kompetitif serta menarik modal baru untuk kegiatan eksplorasi. Pemerintah juga perlu memastikan proses perizinan lebih efisien agar kegiatan operasional migas bisa berjalan tanpa hambatan administratif yang tidak perlu. Langkah-langkah ini penting untuk memperkuat fondasi industri migas nasional sekaligus menjaga ketahanan energi Indonesia dalam jangka panjang.
Melihat seluruh dinamika tersebut, jelas bahwa kolaborasi lintas sektor merupakan fondasi utama dalam mewujudkan swasembada energi. Pemerintah telah menunjukkan komitmen kuat melalui berbagai kebijakan yang mendukung optimalisasi pemanfaatan sumber daya energi nasional. Industri dan asosiasi pun menunjukkan kesiapan untuk berperan aktif sebagai mitra strategis dalam pembangunan sektor energi yang lebih modern dan berkelanjutan. Dengan sinergi antara semua pemangku kepentingan, Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk mengurangi ketergantungan energi dari luar negeri.
Upaya mencapai swasembada energi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah maupun industri, tetapi juga membutuhkan partisipasi masyarakat. Kesadaran publik dalam menggunakan energi secara efisien dan mendukung program-program pemerintah menjadi faktor penting dalam mempercepat kemandirian energi nasional. Dalam konteks ini, partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melalui penghematan energi, pemanfaatan energi terbarukan skala rumah tangga, serta keterlibatan aktif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Dukungan masyarakat akan memperkuat ekosistem energi nasional yang tangguh dan berorientasi pada masa depan.
)* Analis Kebijakan Energi Nasional.






Leave a Reply