Oleh: Abdul Gani*)
Ramadhan adalah bulan suci yang penuh berkah, di mana umat Islam di seluruh dunia menjalankan ibadah dengan penuh keikhlasan. Namun, di tengah atmosfer yang seharusnya dipenuhi dengan kedamaian dan introspeksi diri, masih ada pihak-pihak yang mencoba menodai kesucian bulan ini dengan provokasi dan ajaran radikal. Oleh karena itu, sangat penting bagi seluruh elemen bangsa untuk menjaga kemurnian bulan suci ini dengan menolak segala bentuk provokasi dan radikalisme yang dapat merusak persatuan serta kedamaian masyarakat.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa ajaran agama seharusnya mengedepankan cinta dan kerukunan, bukan perbedaan dan kebencian. Pernyataan ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa keberagaman yang ada di Indonesia bukanlah sumber perpecahan, melainkan sebuah kekuatan yang harus dijaga dan dirawat bersama. Sayangnya, masih ada kelompok-kelompok yang berusaha menyebarkan paham radikal dengan mengatasnamakan agama, terutama di momentum Ramadhan yang seharusnya menjadi waktu untuk mempererat persaudaraan dan meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan.
Pendekatan keberagamaan di Indonesia harus lebih dari sekadar koeksistensi, di mana masyarakat hanya hidup berdampingan tanpa interaksi yang harmonis. Sebagaimana yang disampaikan Menteri Agama, kita harus melangkah lebih jauh dengan menciptakan toleransi yang sesungguhnya. Tidak cukup hanya tidak saling mengganggu, tetapi harus tumbuh rasa persaudaraan yang kuat di antara umat beragama. Jika sejak kecil masyarakat dididik dengan pemahaman bahwa agama harus menjadi sumber persatuan, maka di masa depan tidak akan ada lagi celah bagi paham-paham radikal untuk tumbuh dan berkembang.
Salah satu upaya konkret yang dilakukan pemerintah dalam mencegah penyebaran paham radikal adalah melalui pendidikan. Menteri Agama memperkenalkan Kurikulum Cinta Kemanusiaan dan Penghargaan terhadap Perbedaan sebagai langkah untuk meningkatkan kualitas hubungan antarumat beragama. Kurikulum ini menegaskan bahwa pengajaran agama tidak boleh berfokus pada perbedaan yang dapat memicu sekat-sekat sosial, tetapi harus mengedepankan persatuan dan kasih sayang. Guru-guru agama di seluruh Indonesia diharapkan dapat mengajarkan nilai-nilai ini kepada anak didik mereka agar generasi mendatang tumbuh dengan pemahaman yang lebih moderat dan inklusif.
Di sisi lain, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga terus berupaya menjaga stabilitas keamanan nasional dengan mengalokasikan anggaran untuk pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi. Wakil Ketua Komisi XIII DPR Sugiat Santoso mengapresiasi langkah-langkah BNPT dalam menjalankan program pencegahan radikalisme dan terorisme, yang terbukti efektif dengan tidak adanya peristiwa teror sepanjang tahun 2024. Ini menjadi bukti bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam menangkal ancaman radikalisme yang terus mengintai.
Dalam konteks Ramadhan, masyarakat harus lebih waspada terhadap upaya-upaya provokasi yang dapat memecah belah persatuan. Kelompok-kelompok radikal sering kali menggunakan isu-isu keagamaan untuk memanipulasi emosi umat dan menanamkan bibit kebencian. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk tidak mudah terpengaruh oleh propaganda yang mengarah pada perpecahan. Ramadhan seharusnya menjadi momen untuk meningkatkan ibadah, mempererat silaturahmi, serta memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan.
Selain upaya pemerintah, peran masyarakat dalam menjaga harmoni sosial juga tidak kalah penting. Organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, dan pemuka masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk menyebarkan pesan damai dan menolak segala bentuk intoleransi. Ketua Umum Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB), Gus Wal, menekankan bahwa masyarakat harus lebih selektif dalam memilih lembaga pendidikan bagi anak-anak mereka agar tidak terpapar paham radikal. Hal ini penting mengingat banyaknya kelompok yang menyusup ke dunia pendidikan untuk menanamkan ajaran yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan.
Pancasila sebagai dasar negara harus tetap menjadi pedoman utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap upaya untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi radikal harus ditolak dengan tegas. Seperti yang disampaikan Gus Wal, kelompok-kelompok yang ingin memecah belah Indonesia dengan dalih agama sebenarnya hanya berusaha menciptakan kekacauan dan perpecahan. Oleh karena itu, nasionalisme, kebangsaan, dan budaya harus tetap menjadi landasan dalam membangun harmoni sosial.
Keberhasilan aparat keamanan dalam menangkap pelaku terorisme di berbagai daerah, termasuk di Bali, menunjukkan bahwa upaya pencegahan harus terus ditingkatkan. Meskipun Bali dikenal sebagai wilayah yang relatif aman dari tindak pidana terorisme, ancaman radikalisme tetap nyata dan perlu diantisipasi dengan langkah-langkah konkret. Upaya Densus 88 dalam mengedukasi masyarakat mengenai bahaya radikalisme adalah salah satu langkah strategis yang patut diapresiasi dan didukung oleh semua pihak.
Ramadhan adalah waktu yang tepat bagi kita untuk merefleksikan diri dan memperkuat nilai-nilai persaudaraan. Menjaga kesucian bulan suci ini bukan hanya dengan menjalankan ibadah dengan khusyuk, tetapi juga dengan menolak segala bentuk provokasi dan radikalisme yang dapat mengganggu keharmonisan masyarakat. Pemerintah telah berkomitmen untuk terus mencegah penyebaran paham radikal melalui berbagai program strategis, tetapi keberhasilan dari upaya ini juga bergantung pada peran aktif masyarakat. Dengan semangat persatuan dan toleransi yang kuat, kita dapat menjaga Indonesia tetap damai, rukun, dan harmonis di tengah keberagaman yang ada.
*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Agama Islam
Leave a Reply