Oleh: Ahmad Hasan )*
Indonesia kembali menegaskan peran strategisnya di dunia Islam dengan menjadi tuan rumah Konferensi ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) atau Uni Parlemen Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Kegiatan ini tidak sekadar menjadi ajang diplomasi formal antarnegara, tetapi juga momentum penting dalam membangun narasi baru tentang solidaritas, kemandirian, dan peran umat Islam dalam tata dunia global yang tengah bergejolak.
PUIC, sebagai organisasi yang mempertemukan parlemen dari negara-negara anggota OKI, bukan sekadar wadah musyawarah legislatif. Ia adalah simbol aspirasi kolektif dari lebih dari satu setengah miliar umat Muslim di dunia, yang tersebar di berbagai benua dan latar belakang politik. Oleh karena itu, ketika Indonesia memfasilitasi konferensi ini, maknanya tidak hanya terletak pada sisi protokoler, melainkan pada kontribusi aktif untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah dalam dimensi kenegaraan dan kelembagaan.
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR, Mardani Ali Sera mengatakan pentingnya penguatan kolaborasi antarnegara anggota PUIC guna membentuk masa depan dunia Islam yang lebih harmonis dan berlandaskan keadilan. Pernyataan ini disampaikannya pada saat kegiatan Embassy Briefing menjelang pelaksanaan Konferensi PUIC ke-19 yang berlangsung di Gedung Nusantara, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Adapun konferensi dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada 12 hingga 15 Mei 2025. Dalam kesempatan tersebut, Mardani juga mengutip Surah Al-Hujurat ayat 13 dari Alquran, yang mengandung pesan tentang pentingnya persatuan dan saling memahami antarbangsa.
Dengan mengangkat tema “Good Governance and Strong Institutions as Pillars of Resilience”, Mardani menegaskan urgensi membangun institusi yang tangguh, transparan, dan bertanggung jawab, terlebih di tengah dinamika global yang penuh tantangan seperti konflik geopolitik, krisis iklim, dan ketidakstabilan ekonomi.
Konferensi ini juga menjadi wadah penting untuk membahas sejumlah isu strategis, di antaranya dukungan terhadap perjuangan bangsa Palestina, perlindungan hak-hak minoritas Muslim di berbagai wilayah, serta mendorong kerja sama antara negara-negara berkembang melalui skema kerja sama Selatan-Selatan (South-South Cooperation).
Ia menambahkan bahwa penyelenggaraan kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan BKSAP dalam memperkuat peran diplomasi parlemen Indonesia di tingkat global. Menurutnya, solidaritas yang kokoh di antara negara-negara Islam dapat menjadi kekuatan baru dalam mendorong keadilan dan kesetaraan di tataran internasional.
Di sisi lain, Sekjen DPR RI, Indra Iskandar menegaskan bahwa DPR RI telah siap hampir 100 persen menyelenggarakan Konferensi ke-19 PUIC. Ia menyampaikan, seluruh aspek teknis dan substansi acara telah dipersiapkan dengan matang, termasuk koordinasi lintas instansi demi memastikan kelancaran acara berskala internasional ini.
Konferensi PUIC ke-19 memperlihatkan bahwa kekuatan umat Islam tidak terletak semata-mata pada jumlah populasi atau potensi ekonomi, tetapi pada kemampuan untuk menyatukan agenda bersama. Dalam berbagai sesi diskusi dan pertemuan bilateral, sejumlah isu penting mencuat: mulai dari nasib Palestina, konflik di Sudan dan Suriah, hingga upaya kolektif melawan narasi anti-Islam yang makin menguat di ruang-ruang digital. Indonesia tidak hanya menjadi tuan rumah pasif, tetapi turut mengarahkan diskursus menuju arah yang lebih konstruktif.
Salah satu catatan penting dari konferensi ini adalah kesadaran kolektif untuk memperkuat diplomasi parlemen Islam dalam menghadapi dominasi narasi dari kekuatan global non-Muslim. Selama ini, diplomasi antarnegara terlalu banyak dibebani kepentingan eksekutif dan aktor negara besar. Dengan menguatkan dimensi legislatif, negara-negara Islam berupaya membangun ruang dialog yang lebih terbuka, representatif, dan responsif terhadap suara masyarakat. Forum seperti PUIC bisa menjadi arena penting dalam merumuskan strategi advokasi bersama atas nama keadilan, kemanusiaan, dan keberagaman budaya Islam.
Bagi Indonesia sendiri, pelaksanaan konferensi ini menegaskan kembali politik luar negeri yang bebas aktif, serta peran aktif dalam membangun peradaban dunia yang lebih adil. Dalam sejarahnya, Indonesia konsisten mendukung perjuangan Palestina, mendorong perdamaian di dunia Islam, serta memperjuangkan kemandirian ekonomi umat. Dalam forum seperti PUIC, semua itu diperkuat dengan kemitraan nyata, bukan hanya melalui pernyataan solidaritas.
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia dapat memperkenalkan nilai-nilai seperti Pancasila, kebhinekaan, dan moderasi beragama sebagai model alternatif bagi dunia Islam yang plural. Keberhasilan Indonesia dalam menjaga harmoni antarumat beragama, meskipun belum sempurna, tetap menjadi inspirasi bagi banyak negara Islam yang tengah berjuang keluar dari konflik sektarian. Dalam konteks ini, konferensi PUIC di Indonesia menjadi panggung untuk menegaskan bahwa Islam dan demokrasi bisa berjalan beriringan, saling memperkuat, dan membentuk sistem sosial-politik yang adil.
Konferensi PUIC ke-19 juga menjadi ajang refleksi bagi negara-negara Islam untuk meninjau kembali posisi umat dalam percaturan global. Banyak negara Muslim yang memiliki potensi besar namun belum mampu menjadi aktor utama dalam tatanan dunia baru. Melalui forum ini, diskursus tentang masa depan dunia Islam diarahkan pada penguatan peran umat dalam menciptakan perdamaian global, keadilan ekonomi, dan ketahanan budaya. Indonesia, dengan segala kekuatan dan tantangannya, tampil sebagai pemimpin moral dan politik yang dapat menjadi penentu arah bagi kebangkitan umat Islam global.
)* Analis Media dan Opini Keislaman di Markaz Al-Muqawwim
Leave a Reply