Oleh : Mujahidin Nur
Direktur Eksekutif Peace Literacy Institute Indonesia dan Ketua Departemen Luar Negeri dan Hubungan Antar Lembaga BKM (Badan Kesejahteraan Masjid)
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN dan KTT ke-13 ASEAN–Amerika Serikat (AS) yang berlangsung di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC), Malaysia, pada 26 Oktober 2025, menjadi momentum penting bagi arah kebijakan luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Dalam forum strategis tersebut, Indonesia menegaskan kembali peran sentralnya dalam menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara melalui pendekatan diplomasi yang seimbang, realistis, dan berorientasi pada hasil.
Kehadiran Presiden Prabowo di Kuala Lumpur bukan hanya simbol partisipasi Indonesia sebagai salah satu pendiri ASEAN, tetapi juga menunjukkan konsistensi posisi Indonesia sebagai kekuatan menengah (middle power) yang menjunjung tinggi prinsip bebas aktif yaitu bebas menentukan arah politik luar negeri tanpa tekanan kekuatan besar, dan aktif berkontribusi terhadap perdamaian dunia.
Dalam sesi pleno, Presiden Prabowo duduk berdampingan dengan Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet. Ia membuka pidatonya dengan menyampaikan apresiasi kepada tuan rumah, Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim, atas penyelenggaraan KTT yang dinilai sangat baik. Selain itu, ia juga menyambut Timor-Leste sebagai anggota ke-11 ASEAN, memberikan ucapan selamat kepada Perdana Menteri Thailand yang baru, Anutin Charnvirakul, serta menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Sri Ratu Sirikit, Ibu Suri Kerajaan Thailand. Sikap diplomatis ini mencerminkan karakter kepemimpinan Prabowo yang menghargai etika antarnegara dan solidaritas regional, sebuah nilai yang telah lama menjadi fondasi ASEAN.
Menegaskan Kembali Prinsip Persatuan ASEAN
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menekankan bahwa persatuan ASEAN merupakan kekuatan utama dalam menghadapi ketegangan global yang semakin kompleks. Ia memuji kepemimpinan tegas Perdana Menteri Anwar Ibrahim dalam menyelesaikan sengketa regional dan menegaskan kesiapan Indonesia untuk mendukung langkah-langkah lanjutan dari perjanjian gencatan senjata.
“Bagi ASEAN, persatuan bukan sekadar slogan. Persatuan adalah strategi yang direncanakan untuk menjaga perdamaian dan keamanan regional,” tegas Presiden Prabowo.
Pernyataan ini menggambarkan pandangan strategis bahwa stabilitas kawasan hanya dapat dijaga jika solidaritas internal diperkuat. Dalam konteks geopolitik kontemporer, di mana Asia Tenggara menjadi arena persaingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, maka diplomasi Indonesia di bawah Prabowo diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara dua kekuatan besar tanpa kehilangan otonomi strategis.
Pendekatan ini merupakan bentuk penerapan prinsip bebas aktif yang adaptif terhadap perubahan global, di mana Indonesia berperan sebagai mediator dan penggerak harmoni kawasan, bukan sekadar penonton dalam dinamika kekuatan internasional.
Kebijakan Luar Negeri Bebas Aktif dan Diplomasi Keseimbangan
Sejak masa awal kemerdekaan, kebijakan luar negeri Indonesia berlandaskan pada prinsip bebas aktif. Prinsip ini tidak berarti netralitas pasif, melainkan kemampuan untuk menempatkan kepentingan nasional di atas tekanan geopolitik eksternal. Di bawah kepemimpinan Prabowo, prinsip ini dikembangkan melalui pendekatan balancing diplomacy yaitu strategi menjaga hubungan baik dengan semua kekuatan besar dunia sambil tetap memprioritaskan kepentingan regional dan nasional.
Dalam pertemuan bilateral dan forum ASEAN, Prabowo menegaskan pentingnya keterlibatan Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara dengan cara yang konstruktif dan seimbang. Ia menilai bahwa kerja sama ASEAN–AS memiliki potensi besar dalam memperkuat keamanan, stabilitas, dan pertumbuhan ekonomi kawasan. Namun, Prabowo juga menekankan bahwa keterlibatan tersebut harus tetap menghormati otonomi politik ASEAN.
Kekuatan Ekonomi dan Transformasi Digital sebagai Pilar Baru ASEAN
Dalam pidatonya di KTT ke-47 ASEAN, Presiden Prabowo juga menyoroti pentingnya memperkuat koordinasi ekonomi, integrasi regional, dan transformasi digital untuk menghadapi ketidakpastian global.
“Persatuan ASEAN juga harus tercermin dalam koordinasi, integrasi, dan transformasi ekonomi yang lebih kuat untuk menghadapi guncangan eksternal dan ketidakpastian di masa depan,” ujar Prabowo Subianto.
Pandangan tersebut sejalan dengan arah diplomasi ekonomi Indonesia yang menempatkan connectivity, digitalisasi, dan keberlanjutan ekonomi sebagai fondasi kerja sama masa depan ASEAN. Prabowo menekankan pentingnya pembaruan ASEAN-China Free Trade Agreement (FTA), penguatan perdagangan barang, serta inisiatif di bidang ekonomi digital melalui ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA).
Pendekatan ini menunjukkan bahwa diplomasi Indonesia tidak hanya fokus pada aspek politik, tetapi juga menempatkan ekonomi dan teknologi sebagai instrumen utama untuk menjaga stabilitas kawasan. Dari sisi sosiologis, hal ini memperlihatkan pergeseran paradigma diplomasi Indonesia menuju result-oriented diplomacy yaitu diplomasi yang menitikberatkan pada manfaat konkret bagi rakyat.
Dukungan Internasional dan Pujian Global
Pada KTT ke-13 ASEAN–Amerika Serikat di Kuala Lumpur, Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka menyampaikan pujian kepada Presiden Prabowo atas peran aktif Indonesia dalam isu-isu global, khususnya dalam membantu penyelamatan nyawa di wilayah konflik Gaza.
“Kita telah menandatangani perjanjian yang kuat. Ada 59 negara terlibat, dan banyak di antara mereka ada di meja ini, sebagai contoh, Indonesia teman baru saya. Terima kasih telah membantu. Kami sangat menghargainya,” ujar Presiden Trump.
Trump juga menyoroti kontribusi Indonesia dalam mendukung perdamaian di Timur Tengah, menyebut bahwa peran Prabowo, bersama Malaysia dan Brunei, membantu menciptakan sejarah baru bagi Timur Tengah”.
“Saya ingin berterima kasih kepada Malaysia dan Brunei, juga kepada teman saya, Presiden Prabowo dari Indonesia, atas upaya luar biasa mereka mengamankan hari baru bagi Timur Tengah. Ini benar-benar sejarah yang baru. Timur Tengah akan damai setelah 3.000 tahun,” tambahnya.
Pernyataan tersebut mencerminkan pengakuan Amerika Serikat terhadap kapasitas Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo sebagai kekuatan diplomatik yang mampu menjembatani perbedaan politik di kawasan yang selama ini sarat konflik.
Sementara itu, Presiden Prabowo dalam keterangannya kepada media menegaskan bahwa Indonesia mendukung kelanjutan keterlibatan Amerika Serikat di ASEAN.
“Kami mendukung kelanjutan keterlibatan AS dengan ASEAN. Keterlibatan ini sangat positif bagi ASEAN dan Amerika Serikat,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi langkah AS dalam memediasi ketegangan antara Thailand dan Kamboja, dan menilai hasil dari KTT tersebut sangat positif bagi stabilitas kawasan. Dengan demikian, hubungan diplomatik Indonesia–AS di bawah Prabowo menunjukkan bentuk kemitraan yang konstruktif dan saling menghormati, tanpa mengabaikan prinsip kemandirian ASEAN.
Diplomasi sebagai Reposisi Indonesia di Dunia
Prabowo dalam pidatonya menegaskan bahwa kekuatan ASEAN di kancah global harus berakar pada pondasi yang kuat di dalam negeri. “Fondasi yang kuat di rumahlah yang memampukan kita membangun jembatan ke dunia,” ujarnya.
Pernyataan ini menegaskan keterkaitan antara ketahanan nasional dan kredibilitas diplomasi internasional. Prabowo menyadari bahwa diplomasi efektif hanya dapat dijalankan oleh negara yang memiliki stabilitas ekonomi, sosial, dan politik yang kuat. Oleh karena itu, strategi diplomasi luar negeri Indonesia diarahkan untuk memperkuat pondasi domestik, termasuk pertahanan, ketahanan pangan, dan ekonomi berkelanjutan, agar dapat menjadi dasar bagi kontribusi yang lebih besar di tingkat global.
Lebih lanjut, Prabowo menyerukan agar peringatan 50 tahun Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan 15 tahun East Asia Summit Bali Principles menjadi momentum untuk memperkuat semangat kerja sama dan solidaritas kawasan. Ia mengingatkan bahwa perjalanan ASEAN dari masa konflik menuju kemitraan ekonomi adalah bukti nyata bahwa solidaritas regional adalah kunci perdamaian.
Diplomasi Realistis yang Berorientasi Pada Hasil
Diplomasi yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto di KTT ASEAN dan ASEAN–Amerika Serikat menegaskan arah baru politik luar negeri Indonesia: pragmatis, seimbang, dan berorientasi pada hasil. Ia tetap berpegang pada prinsip bebas aktif, namun mengimplementasikannya secara dinamis sesuai realitas geopolitik masa kini. Pendekatan ini menempatkan Indonesia sebagai kekuatan penyeimbang dan penjaga stabilitas di kawasan Asia Tenggara.
Kehadiran Prabowo di Kuala Lumpur menjadi simbol reposisi Indonesia di kancah global: bukan sekadar sebagai peserta diplomasi, tetapi sebagai aktor penting dalam menjaga perdamaian, menggerakkan pertumbuhan ekonomi kawasan, dan memperkuat solidaritas ASEAN di tengah dunia yang semakin multipolar.












Leave a Reply