JAKARTA — Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi langkah strategis dalam memperkuat pertahanan negara serta meningkatkan profesionalisme prajurit.
Pemerintah menegaskan bahwa revisi ini tetap menjunjung tinggi supremasi sipil dan tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi.
Kapuspen TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa revisi UU TNI bertujuan menyempurnakan tugas pokok TNI agar lebih efektif serta menyesuaikan diri dengan ancaman militer maupun nonmiliter.
“Revisi UU TNI adalah kebutuhan strategis agar tugas dan peran TNI lebih terstruktur serta adaptif terhadap tantangan zaman,” ujarnya.
Salah satu poin utama dalam revisi tersebut adalah pengaturan yang lebih jelas terkait penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga (K/L) di luar struktur TNI.
Kapuspen TNI menegaskan bahwa mekanisme penempatan harus sesuai dengan kebutuhan nasional dan tetap menjaga prinsip netralitas TNI.
“Penempatan prajurit aktif di luar institusi TNI akan diatur dengan ketat agar tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” tegasnya.
Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menjelaskan bahwa revisi ini dilakukan sebagai respons terhadap dinamika global dan perkembangan ancaman modern seperti perang siber dan hibrida.
“Perubahan UU TNI diajukan oleh DPR RI untuk memberikan landasan hukum yang lebih jelas terhadap peran TNI dalam tugas lain selain perang, tanpa melanggar prinsip demokrasi dan supremasi sipil,” ungkapnya.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI, Jazuli Juwaini, memastikan bahwa RUU TNI disahkan dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3/2025).
“Fraksi PKS DPR RI memandang bahwa revisi ini telah menyerap aspirasi dari masyarakat, berlandaskan pada prinsip supremasi sipil, profesionalisme TNI, serta kepastian hukum yang jelas dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional,” katanya.
Pemerintah berharap bahwa revisi ini akan semakin memperkuat profesionalisme TNI dalam menghadapi tantangan modern, tanpa mengabaikan prinsip supremasi sipil yang menjadi pilar utama dalam negara demokrasi. (*)
Leave a Reply