Oleh : Vania Salsabila Pratama )*
Penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025 menjadi langkah strategis pemerintah dalam memperkuat stimulus ekonomi tanpa membebani rakyat.
Dalam kebijakan tersebut, kebutuhan pokok masyarakat tetap dibebaskan dari PPN, sehingga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah tetap terjaga dengan baik. Langkah ini menegaskan bahwa pemerintah berpihak pada kelompok rentan sambil memastikan keberlanjutan pembangunan nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa prinsip keadilan dan gotong royong menjadi landasan kebijakan tersebut. Pemerintah memastikan PPN 0% berlaku untuk kebutuhan pokok, jasa pendidikan, kesehatan, serta angkutan umum.
Hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi kelompok masyarakat yang paling membutuhkan. Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi untuk barang seperti tepung terigu, gula industri, dan Minyak Kita.
Dukungan tersebut diiringi dengan alokasi stimulus senilai Rp265,6 triliun pada tahun 2025 yang diarahkan pada perlindungan sosial dan insentif perpajakan. Mayoritas manfaat dari insentif tersebut dinikmati oleh rumah tangga, UMKM, dan dunia usaha.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pajak adalah instrumen penting dalam pembangunan berkelanjutan. Dengan penyesuaian tarif PPN, pemerintah memiliki ruang lebih luas untuk memperkuat pembiayaan subsidi dan bantuan sosial.
Kebijakan tersebut menjadi wujud nyata dari prinsip keadilan, di mana masyarakat yang mampu membayar pajak sesuai kewajiban, sedangkan kelompok tidak mampu mendapatkan perlindungan bahkan bantuan langsung. Langkah ini tidak hanya mendukung keberlanjutan fiskal, tetapi juga menjadi bagian integral dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto turut menjelaskan bahwa kebijakan ini adalah implementasi amanah dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP disebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12% berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Airlangga memastikan bahwa pemerintah tetap memberikan perhatian khusus pada kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk itu, pemerintah menanggung kenaikan PPN sebesar 1% untuk bahan pangan tertentu yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Kebijakan ini dirancang agar tidak memberatkan kelompok rentan sambil tetap memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara.
Airlangga menambahkan bahwa penyesuaian tarif ini tidak hanya mendukung pendapatan negara, tetapi juga menjadi langkah penting dalam memperkuat perekonomian nasional. Kebijakan ini memberikan ruang yang lebih besar bagi pemerintah untuk meningkatkan anggaran pada sektor-sektor yang menyentuh langsung kehidupan rakyat.
Alokasi anggaran untuk program perlindungan sosial, pemberdayaan UMKM, dan pengembangan infrastruktur sosial menjadi prioritas utama. Dengan demikian, penyesuaian tarif PPN tidak hanya memenuhi mandat undang-undang, tetapi juga mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan rakyat.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut telah melalui proses pembahasan yang mendalam bersama DPR.
Pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek ekonomi, sosial, dan fiskal dalam merumuskan kebijakan ini. Deni menegaskan bahwa prinsip keadilan tetap menjadi landasan utama dalam pelaksanaan kebijakan fiskal tersebut. Langkah ini dirancang untuk memberikan manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan.
Menurut Deni, kenaikan tarif PPN sebesar 1% diharapkan mampu meningkatkan pendapatan negara tanpa mengabaikan perlindungan terhadap kelompok masyarakat rentan. Stimulus yang diberikan pemerintah tidak hanya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga mendukung dunia usaha dan UMKM melalui berbagai insentif perpajakan. Pendekatan komprehensif ini memastikan bahwa kebijakan tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan fokus pada keadilan dan perlindungan sosial, kebijakan penyesuaian tarif PPN ini menunjukkan bagaimana pemerintah berupaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan perlindungan terhadap masyarakat kecil. Pemerintah memahami bahwa keberlanjutan pembangunan memerlukan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat, dengan tetap memberikan prioritas kepada kelompok rentan.
Langkah strategis tersebut sejalan dengan visi pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan berkontribusi pada kesejahteraan rakyat. Penyesuaian tarif PPN sebesar 12% bukanlah ancaman bagi daya beli masyarakat, melainkan menjadi solusi untuk memperkuat jaring pengaman sosial dan memperluas manfaat pembangunan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dalam hal kebutuhan pokok, masyarakat tidak perlu khawatir karena kebijakan ini memastikan barang-barang esensial tetap bebas dari PPN. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah terus berpihak pada rakyat yang selama ini menjadi prioritas utama.
Adanya penyesuaian tersebut memberikan pemerintah ruang lebih besar untuk mengoptimalkan berbagai program perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Selain itu, kebijakan ini memberikan kepastian bahwa pembangunan ekonomi tidak akan meninggalkan kelompok masyarakat rentan. Prinsip keadilan yang menjadi landasan kebijakan ini memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat merasakan manfaat yang nyata.
Secara keseluruhan, kebijakan penyesuaian tarif PPN menjadi bukti bahwa pemerintah mampu menjalankan prinsip keadilan dalam perpajakan. Dengan pendekatan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat, langkah ini menjadi contoh bagaimana kebijakan fiskal dapat mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah menunjukkan bahwa keberpihakan kepada rakyat bukan hanya sebuah komitmen, melainkan wujud nyata dalam setiap kebijakan strategis yang diambil.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
Leave a Reply