Jakarta – Menjelang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (PRAGIB), pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk para akademisi, dalam mewujudkan swasembada energi nasional.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Islam Bandung (Unisba), Prof. Ima Amaliah, menilai langkah pemerintah melalui program swasembada energi sebagai kebijakan strategis yang semestinya sudah menjadi agenda nasional lintas pemerintahan sejak lama.
“Program swasembada energi adalah langkah yang tepat, dan sudah seharusnya menjadi agenda nasional lintas pemerintahan,” ujar Ima
Ia menekankan pentingnya momentum saat ini di tengah tantangan perubahan iklim global dan komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris untuk mencapai net zero emission pada 2050.
“Karena itu, transformasi menuju energi bersih seperti bioetanol merupakan bagian dari kewajiban global,” tambahnya.
Kebijakan penggunaan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM), atau E10, yang digagas Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga menuai apresiasi dari berbagai pihak. Prof. Tri Yus Widjajanto dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menilai bahwa secara teknis, bahan bakar etanol aman dan efisien.
“Etanol dari tebu, jagung, atau singkong itu tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga memperkuat rantai pasok energi domestik,” terang Tri.
Ia menyebut, jika etanol dikelola dengan baik, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM yang selama ini mencapai lebih dari 45 persen kebutuhan nasional.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi Sugandi, memandang kebijakan sumur minyak rakyat dan pelibatan koperasi lokal sebagai pendekatan yang dapat memperkuat ekonomi daerah.
“Kalau masyarakat lokal bisa bekerja sama dengan organisasi atau koperasi rakyat, itu bisa memperkuat ekonomi daerah,” katanya.
Meski demikian, Yogi mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap masyarakat agar tidak menjadi proksi perusahaan besar. Ia juga menekankan pentingnya reformasi tata kelola dan penyederhanaan regulasi agar transisi energi tidak terhambat.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil memastikan bahwa pemerintah telah menyetujui mandatori pencampuran etanol 10 persen dalam BBM sebagai langkah konkret mengurangi emisi dan ketergantungan impor.
“Kemarin malam kami sudah rapat dengan Presiden. Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatori 10 persen etanol,” kata Bahlil **
[edRW]
Leave a Reply