Oleh : Dhita Karuniawati )*
Pemerintahan Prabowo-Gibran tengah gencar memperkuat pencegahan dan pemberantasan Narkoba sebagai program keenam dari 17 program utama Asta Cita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Presiden Prabowo sudah jelas menegaskan untuk melaksanakan pemberantasan Narkoba sampai ke akar-akarnya. Langkah ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam memerangi Narkoba, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi negara. Pemerintahan Presiden Prabowo berkomitmen melindungi generasi muda Indonesia agar terhindar dari bahaya Narkoba. Salah satu strategi khusus yang dilakukan adalah penguatan fungsi intelijen.
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, menyatakan dukungannya terhadap penguatan intelijen sebagai langkah strategis dalam memberantas peredaran Narkoba di Indonesia. Penguatan di bidang intelijen adalah sebuah instrumen yang diperlukan untuk melakukan pemberantasan Narkoba. Sebab, pemberantasan Narkoba di Indonesia sudah pada tingkat yang harus dilakukan secara intensif dan masif, sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN) RI Marthinus Hukom. Sebab, ada 3,33 juta orang Indonesia yang terpapar Narkoba, usianya dari 10 tahun sampai 60 tahun sangat variatif dan usia produktif rata-rata.
Beberapa langkah yang diusulkan Kepala BNN yakni dilakukan penguatan pemberantasan korupsi dari mulai penguatan kelembagaan untuk efektivitas pemberantasan serta rehabilitasi bagi para pengguna Narkoba.
Ahmad Muzani mengatakan tekad Presiden RI Prabowo Subianto untuk memberantas Narkoba merupakan langkah strategis dan penting yang harus didukung oleh segenap pihak. Di samping operasi intelijen pemberantasan narkoba yang perlu diefektifkan sebagai upaya pencegahan, kuantitas dan kualitas pusat-pusat rehabilitasi di Tanah Air juga perlu ditingkatkan.
Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol. Marthinus Hukom mengatakan bahwa penguatan intelijen sebagai upaya pemberantasan Narkoba di Tanah Air telah diinstruksikan oleh Presiden Prabowo. Bahkan beliau memerintahkan untuk melakukan pengejaran penangkapan pemberantasan terhadap Narkoba. Presiden menginginkan Indonesia mempunyai intelijen-intelijen yang kuat.
Marthinus menjelaskan peredaran Narkoba merupakan bentuk kejahatan transnational organized crime, sehingga dibutuhkan pendekatan khusus untuk dapat memberantasnya. Kita tidak bisa menghadapinya dengan pendekatan ordinary, tapi kita harus mendekatinya dengan pendekatan extraordinary. Salah satu pendekatan extraordinary adalah menggelar jejaring intelijen secara 1×24 jam sepanjang tahun. Karena kita menghadapi satu kekuatan besar, baik kekuatan struktural organisasi itu, organisasi Narkotika, maupun kita menghadapi kekuatan finansial mereka.
Marthinus juga menyatakan bahwa sejumlah wilayah rawan masuknya penyelundupan Narkoba di Tanah Air yang perlu untuk mendapatkan penguatan operasi intelijen, di antaranya di sepanjang pantai timur Sumatera hingga perbatasan Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat. Kemudian juga di pesisir barat Pulau Sulawesi karena berhadapan langsung dengan perairan internasional dan berbatasan langsung dengan perairan Tawau, Kalimantan-Malaysia bagian timur.
Ada tiga moral standing (kedudukan moral) yang harus menjadi pijakan dalam menangani permasalahan Narkoba. Pertama, memandang kejahatan narkoba sebagai ancaman kemanusiaan dan peradaban manusia, seiring dengan tingginya angka penyalahgunaan Narkotika.
Kedua, melakukan tindakan represif terhadap jaringan sindikat Narkotika. Dia mengatakan penegakan hukum harus menyasar jaringan narkoba secara menyeluruh, bukan hanya pelaku pada tingkat pengguna (pecandu Narkoba).
Kemudian ketiga, yaitu sikap humanis terhadap pengguna narkotika. Menurutnya, para penegak hukum harus mulai mengubah paradigma bahwa pengguna (pecandu) Narkoba merupakan korban yang membutuhkan rehabilitasi medis dan sosial, bukan dijadikan tahanan semata. Hal tersebut diperkuat dengan kondisi penuhnya lembaga pemasyarakatan yang didominasi oleh pelaku tindak kejahatan Narkotika.
Hal senada juga disampaikan Pakar intelijen dan keamanan Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI), Stanislaus Riyanta. Dia mengatakan bahwa penguatan intelijen diperlukan untuk mencegah ancaman peredaran Narkoba di tanah Air.
Menurut Stanislaus, kekuatan intelijen yang terletak pada jaringan yang dimiliki, dan kemampuan agen atau analis untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan Narkoba diharapkan bisa mencegah ancaman tersebut. Jadi, penguatan yang diperlukan adalah menguatkan jaringan dan kompetensi agen dan analis intelijen di BNN.
Stanislaus menekankan, secara hakikatnya intelijen adalah pendeteksi, peringatan, dan pencegahan dini ancaman, bukan penanggulangan atau pemberantasan Narkoba. Oleh sebab itu, intelijen dan operasi tertutup harus dibedakan dalam konteks memerangi peredaran narkoba di Tanah Air. Operasi tertutup jika harus dilakukan tentu harus memastikan petugas-petugasnya mempunyai kompetensi teknik-teknik operasi tertutup. Ini harus dilatih dan diuji sebelum dilakukan kegiatan di lapangan.
Komitmen pemerintahan Prabowo-Gibran dalam pemberantasan kasus Narkoba merupakan dukungan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Generasi penerus bangsa harus benar-benar dilindungi dari bahaya Narkoba untuk melanjutkan pembangunan bangsa. Oleh karena itu, upaya ini perlu didukung seluruh elemen masyarakat agar peredaran Narkoba dapat diredam secara holistik.
Selain dengan pendekatan menyeluruh antara edukasi, pemberantasan, dan rehabilitasi, penguatan fungsi intelijen menjadi langkah yang efektif untuk melawan bahaya Narkoba. Sebab, peredaran Narkoba menarget berbagai kalangan dengan berbagai metode yang mungkin tidak terlihat secara jelas atau tersembunyi di mata publik. Mari kawal pemberantasan Narkoba di Indonesia dengan sinergitas yang kuat dari seluruh rakyat Indonesia.
*) Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia
Leave a Reply