Oleh : Rivka Mayangsari*)
Di era digital yang semakin maju, media sosial telah menjadi sarana utama dalam komunikasi dan penyebaran informasi. Sayangnya, media sosial juga telah menjadi alat yang ampuh bagi kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi berbahaya mereka. Penting bagi semua elemen masyarakat untuk mewaspadai dan melawan diseminasi konten radikalisme di media sosial demi menjaga keamanan dan keutuhan bangsa.
Direktur Pencegahan BNPT RI, Prof. Irfan Idris menegaskan, dampak penyebaran paham radikalisme tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pada harta benda, tetapi juga merusak stabilitas negara terutama dari sisi ekonomi, pertahanan keamanan, sosial budaya, dan lain sebagainya.
Saat ini penyebaran paham radikal di media sosial sangat marak digencarkan oleh kelompok radikal. Dimana kalangan generasi X, Y hingga Z berpotensi besar terpapar, dan harus diwaspadai secara bersama dengan memberikan konsep pertahanan guna menangkal paham radikal terorisme.
Konten radikalisme tidak hanya menyebarkan kebencian, tetapi juga mendorong aksi kekerasan yang dapat mengancam stabilitas nasional. Kelompok-kelompok radikal menggunakan media sosial untuk merekrut anggota baru, menggalang dukungan, dan menyebarkan propaganda mereka. Kelompok radikal menargetkan individu yang rentan dengan pesan-pesan yang manipulatif, memanfaatkan emosi dan ketidakpuasan untuk mempengaruhi pandangan dan perilaku.
Penyebaran konten radikal ini adalah ancaman nyata bagi negara. Bayangkan generasi muda yang terpapar terus-menerus oleh ideologi ekstrem ini. Mereka bisa tumbuh dengan kebencian dan intoleransi, kehilangan rasa nasionalisme dan solidaritas.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kaltara, Datuk Iskandar Zulkarnaen juga menegaskan bahwa kelompok-kelompok radikal memanfaatkan platform media sosial untuk berebut pengaruh melalui internet. Anak muda menjadi sasaran empuk bagi mereka sehingga penting literasi media bagi generasi muda agar memahami apakah suatu berita adalah hoaks atau bukan, karena salah satu jalan masuk di media sosial adalah hoaks dan ujaran kebencian.
Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube telah menjadi sarang bagi propaganda radikal. Algoritma platform ini dirancang untuk menyajikan konten yang menarik bagi pengguna, tanpa memandang apakah konten tersebut berbahaya atau tidak. Akibatnya, konten radikal dapat menyebar dengan cepat dan mencapai audiens yang luas.
Di wilayah lainnya, Ketua FKTP Provinsi Bali, I Gusti Agung Ngurah Wiryanata mengungkapkan bahwa keterlibatan perempuan dan anak dalam jaringan radikalisme dan terorisme di tanah air terus meningkat, tidak hanya dari sisi pelaku tapi dari sisi kualitasnya. Keterpaparan perempuan dan anak-anak ini juga diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan BNPT tahun 2023, yang kasusnya menunjukkan bahwa indeks potensi radikalisme lebih tinggi pada perempuan, generasi Z dan masyarakat yang aktif di internet. Hal ini mengindikasikan bahwa anak-anak dan perempuan menjadi kelompok yang rentan terkena dampak daripada tindakan-tindakan radikalisme dan terorisme.
Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan YouTube telah menjadi sarang bagi propaganda radikal. Algoritma platform ini dirancang untuk menyajikan konten yang menarik bagi pengguna, tanpa memandang apakah konten tersebut berbahaya atau tidak. Akibatnya, konten radikal dapat menyebar dengan cepat dan mencapai audiens yang luas.
Eks Napiter, Arif Budi Setyawan mengatakan penyebaran paham radikalisme dan terorisme di media sosial mejadi salah satu masalah krusial. Hal ini dikarenakan media sosial menjadi platform yang sangat efektif untuk menyebarkan pesan-pesan radikal karena sifatnya yang mudah diakses dan cepat menyebar. Para pelaku radikalisme memanfaatkan ini untuk merancang narasi yang mempengaruhi pemikiran orang banyak dengan cepat.
Penyebaran konten radikalisme di media sosial memiliki dampak sosial yang menghancurkan. Pertama, ini bisa memecah belah masyarakat. Pesan-pesan kebencian dan intoleransi dapat merusak hubungan antar kelompok, meningkatkan ketegangan sosial, dan menyebabkan konflik yang berkepanjangan.
Kedua, individu yang terpapar dan terpengaruh oleh konten radikal bisa berakhir menjadi pelaku kekerasan atau terorisme. Proses radikalisasi yang dimulai dari konsumsi konten online dapat memicu tindakan kriminal yang mengancam keselamatan publik. Kita sudah melihat terlalu banyak contoh di mana orang-orang yang tampaknya biasa-biasa saja berubah menjadi pelaku teror akibat terpapar konten radikal di media sosial.
Ketiga, penyebaran konten radikal dapat merusak citra negara di mata dunia. Negara yang dianggap tidak mampu mengendalikan radikalisme di dunia maya akan kehilangan kepercayaan dari komunitas internasional yang bisa berdampak pada hubungan diplomatik dan ekonomi, yang pada akhirnya merugikan bangsa dan negara.
Mewaspadai dan melawan diseminasi konten radikalisme di media sosial adalah tanggung jawab bersama. Konten radikal tidak hanya mengancam keamanan dan stabilitas nasional, tetapi juga masa depan generasi muda. Dengan bersatu dan mengambil tindakan tegas, bersama bisa melindungi bangsa dari pengaruh buruk ideologi ekstrem. Jangan biarkan kelompok radikal merusak keharmonisan dan persatuan kita. Bersama, kita bisa menciptakan lingkungan digital yang aman dan sehat untuk semua.
Oleh karena itu, pentingnya peran pendidikan dan kesadaran masyarakat dalam menyikapi informasi yang beredar di media sosial. Edukasi yang lebih baik tentang nilai-nilai toleransi, kerukunan, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang agama dapat membantu masyarakat menjadi lebih kritis terhadap konten yang potensial merusak.
*) Pemerhati Radikalisme danTerorisme dari Persada Institute
Leave a Reply