Oleh: Nurul Fatimah )*
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena meningkatnya nasionalisme di kalangan santri menjadi sorotan penting dalam upaya mencegah meluasnya paham radikal di Indonesia. Santri, sebagai kelompok yang memiliki peran strategis dalam pendidikan dan penyebaran nilai-nilai Islam di masyarakat, memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang signifikan dalam menjaga keutuhan dan kedamaian bangsa.
Peningkatan nasionalisme di kalangan santri dapat dilihat dari berbagai program dan kurikulum yang diterapkan di banyak pesantren. Pendidikan Pancasila, sejarah perjuangan bangsa, serta nilai-nilai pluralisme dan toleransi seringkali diintegrasikan dalam kurikulum pesantren. Mereka tidak hanya mempelajari pemahaman agama yang moderat, tetapi juga menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui ceramah, pengajian, dan berbagai kegiatan keagamaan, nilai-nilai nasionalisme disisipkan dengan cara yang relevan dan mudah dipahami oleh para santri.
Peningkatan nasionalisme di kalangan santri menjadi salah satu strategi efektif dalam mencegah meluasnya paham radikal. Nasionalisme yang kuat dapat menjadi benteng bagi para santri dalam menghadapi pengaruh ideologi radikal yang seringkali berusaha mengusik ketenteraman masyarakat.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) Banten, KH Amas Tadjuddin, menegaskan tugas FKPT adalah mencegah paham radikalisme dan terorisme melalui koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak. Dalam kegiatan sosialisasi pencegahan radikalisme teroris di Pulau Tunda, Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, KH Amas menekankan pentingnya pencegahan dini. Kedatangan FKPT Banten ke Pulau Tunda bukan berarti ada radikalisme dan terorisme, melainkan dalam upaya pencegahan dini.
KH Amas menjelaskan bahwa sasaran kelompok radikalisme adalah mengacaukan pemikiran dengan slogan kembali kepada Al-Qur’an dan hadist, serta mengafirkan siapa pun yang tidak sepaham dengan kelompok mereka. Dalam kegiatan tersebut, KH Amas tampil dengan mengenakan baju lengan panjang putih, sarung putih, dan peci hitam, menambah suasana yang penuh kekhusyukan dan kewibawaan.
Kegiatan yang bertema “Masyarakat Pulau Tunda Beragama Kuat, Maju, dan Berwawasan Kebangsaan” ini menghadirkan Kepala Bidang Penelitian FKPT Banten, Endang Saeful Anwar, sebagai narasumber. Endang mengungkapkan bahwa masalah keagamaan di Banten sangat dinamis dan terbuka. Jika ada yang mengaku nabi zaman sekarang, jangan dipercaya karena itu masalah pokok yang tidak dapat diperdebatkan.
Selain itu, Endang juga menyinggung soal furuiyyah, yakni hal-hal cabang dalam agama seperti tata cara shalat dan sikap terhadap sesama manusia yang harus tetap menghargai selama masih ada dalil, dengan toleransi, radikalisme dapat dicegah.
Kesbangpol Banten, Agus Hendarwan sebagai narasumber lain, menambahkan bahwa radikalisme dapat dicegah dengan mencintai tanah air. Pengembangan wawasan kebangsaan harus dilakukan dengan cinta tanah air, mempelajari sejarah Indonesia, mematuhi perundang-undangan, melaksanakan upacara 17 Agustus, serta mencintai lingkungan dan mengidentifikasi orang-orang asing dengan melaporkannya ke Babinsa atau Binmas.
Kepala Desa Wargasara, Hasyim, mengapresiasi kegiatan ini yang dihadiri oleh Kepala Bidang Informasi Komunikasi Publik Dinas Komunikasi Informatika, Statistik, dan Persandian (KominfoSP) Pemkab Lebak, Sehabudin. Masyarakat Wargasara menyambut dengan antusias serta berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut karena masyarakat harus tetap diberikan pembinaan.
Kegiatan ini menunjukkan pentingnya peningkatan nasionalisme di kalangan santri dan masyarakat luas sebagai salah satu upaya efektif untuk mencegah meluasnya paham radikal. Dengan pendekatan yang melibatkan pemahaman agama yang benar, toleransi, dan cinta tanah air, masyarakat dapat bersatu dalam menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme, serta menjaga keutuhan dan kedamaian bangsa.
Peningkatan nasionalisme di kalangan santri membawa dampak positif yang signifikan. Santri yang memiliki rasa cinta tanah air yang kuat cenderung memiliki sikap yang moderat dan toleran. Mereka lebih mampu menangkal pengaruh negatif dari ideologi radikal yang berusaha merusak tatanan sosial dan keagamaan di Indonesia.
Selain itu, santri yang memiliki nasionalisme yang kuat juga berperan aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan kemasyarakatan. Mereka tidak hanya menjadi teladan dalam kehidupan beragama, tetapi juga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kontribusi ini sangat penting dalam memperkuat ketahanan nasional di tengah tantangan globalisasi dan perubahan sosial yang cepat.
Peningkatan nasionalisme di kalangan santri juga merupakan langkah strategis dalam mencegah meluasnya paham radikal di Indonesia. Melalui pendidikan yang komprehensif, kerjasama dengan berbagai pihak, serta pemanfaatan teknologi, pesantren berhasil menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang kuat di kalangan santri. Dengan nasionalisme yang kokoh, para santri tidak hanya menjadi pelindung ajaran Islam yang damai, tetapi juga penjaga keutuhan dan kedamaian bangsa.
Dalam konteks yang lebih luas, peningkatan nasionalisme di kalangan santri juga berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang lebih harmonis dan toleran. Mereka menjadi agen perdamaian yang aktif mempromosikan dialog antaragama dan antarbudaya, serta berperan dalam berbagai inisiatif sosial yang memperkuat solidaritas nasional. Dengan demikian, peran santri dalam menjaga keutuhan bangsa semakin nyata, tidak hanya sebagai penjaga moral dan agama, tetapi juga sebagai pilar utama dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan Indonesia di tengah tantangan zaman.
)* Penulis adalah mahasiswa asal Yogyakarta tinggal di Jakarta
Leave a Reply