Indonesia-Satu.com

Independen Terpercaya

Dari Posko ke Huntara, Korban Banjir Sumatera Mulai Bangun Kembali Keluarga

Oleh: Nuruddin Alwi Salman (*

Bencana banjir bandang atau galodo yang melanda Kota Padang dan sejumlah wilayah di Sumatra Barat bukan hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga guncangan sosial yang mendalam bagi keluarga terdampak. Rumah yang hanyut, mata pencaharian yang terputus, hingga rutinitas keluarga yang tercerai-berai menjadi realitas pahit yang harus dihadapi para pengungsi. Namun di tengah situasi tersebut, langkah-langkah cepat pemerintah dalam fase tanggap darurat hingga transisi menuju pemulihan menunjukkan arah kebijakan yang patut diapresiasi. Perpindahan warga dari posko darurat menuju hunian sementara (huntara) menjadi simbol penting bahwa proses membangun kembali kehidupan keluarga telah dimulai.

Perlu ditegaskan bahwa penanganan bencana tidak semata soal teknis infrastruktur, melainkan juga tentang keberpihakan negara pada pemulihan martabat dan ketahanan sosial warga. Dalam konteks inilah, rencana pembangunan 100 unit huntara yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan keduanya ke Sumatra Barat memiliki makna strategis. Huntara bukan sekadar bangunan sementara, melainkan ruang transisi agar keluarga dapat kembali menjalani kehidupan yang lebih stabil sebelum memasuki fase rehabilitasi dan rekonstruksi hunian permanen.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa dalam waktu satu bulan para pengungsi tidak perlu lagi tinggal di tenda. Pernyataan ini mencerminkan orientasi kebijakan yang menempatkan aspek kemanusiaan sebagai prioritas. Pengalaman tinggal di tenda dalam jangka panjang terbukti berdampak pada kesehatan, psikologis, dan kohesi keluarga, terutama bagi anak-anak dan lansia. Karena itu, percepatan pembangunan huntara merupakan intervensi sosial yang penting untuk mencegah kerentanan baru pascabencana.

Lebih jauh, komitmen Presiden untuk segera melanjutkan pembangunan hunian tetap dengan kualitas yang baik menunjukkan kesinambungan kebijakan dari fase darurat menuju pemulihan jangka menengah dan panjang. Dalam literatur kebijakan publik, keberhasilan penanganan bencana sangat ditentukan oleh konsistensi negara dalam memastikan transisi antarfase berjalan mulus, tanpa jeda yang membuat warga kembali terjebak dalam ketidakpastian. Kunjungan Presiden yang disertai pengecekan langsung kondisi 271 jiwa dari 85 kepala keluarga pengungsi juga memperkuat pesan bahwa negara hadir tidak hanya melalui pernyataan, tetapi melalui tindakan nyata di lapangan.

Dari perspektif politik kebencanaan, kehadiran langsung kepala negara di wilayah terdampak memiliki efek simbolik dan praktis sekaligus. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menilai kunjungan Presiden Prabowo untuk kedua kalinya pascabanjir sebagai bukti keseriusan pemerintah pusat dalam mempercepat pemulihan Sumatra Barat. Penilaian ini relevan, karena kehadiran Presiden di lapangan memberi sinyal kuat kepada seluruh kementerian dan lembaga bahwa penanganan bencana adalah agenda prioritas yang harus dikawal bersama. Dalam praktik pemerintahan, sinyal politik semacam ini sering kali menjadi faktor penentu percepatan koordinasi lintas sektor.

Andre juga menekankan bahwa perhatian Presiden tidak bersifat seremonial, melainkan diwujudkan melalui pengecekan progres pembangunan dan pemenuhan kebutuhan warga. Hal ini penting dicatat, karena salah satu kritik publik terhadap penanganan bencana di masa lalu adalah lemahnya pengawasan implementasi kebijakan. Dengan turun langsung ke lapangan, Presiden sekaligus menjalankan fungsi kontrol untuk memastikan bahwa kebijakan yang dirancang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat terdampak.

Penanganan bencana juga tidak bisa dilepaskan dari perspektif hak asasi manusia. Direktur Kerja Sama HAM Ditjen HAM, Harniati, menegaskan bahwa penyaluran bantuan logistik kepada warga terdampak bukan sekadar sumbangan materi, melainkan wujud kehadiran negara dalam memastikan hak-hak dasar warga tetap terlindungi dalam situasi darurat. Pandangan ini sejalan dengan prinsip bahwa hak atas tempat tinggal layak, kesehatan, dan rasa aman tidak boleh hilang hanya karena warga menjadi korban bencana alam. Dengan demikian, kebijakan huntara dan layanan dasar lainnya harus dipahami sebagai pemenuhan kewajiban konstitusional negara.

Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi faktor kunci keberhasilan pemulihan. Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir, menyambut baik atensi Ditjen HAM dan menekankan pentingnya kolaborasi lintas level pemerintahan. Dalam konteks otonomi daerah, percepatan pemulihan pascabencana sangat bergantung pada keselarasan kebijakan pusat dan kapasitas implementasi di daerah. Langkah Pemerintah Kota Padang yang mengakselerasi penyediaan hunian layak bagi warga yang rumahnya rusak berat atau hanyut menunjukkan adanya keseriusan di tingkat lokal untuk menerjemahkan kebijakan nasional ke dalam tindakan konkret.

Dari sudut pandang sosial, perpindahan warga dari posko ke huntara memiliki dampak signifikan terhadap pemulihan struktur keluarga. Huntara memungkinkan keluarga kembali hidup dalam satu atap, membangun rutinitas, dan memulihkan rasa normalitas yang sempat hilang. Proses ini penting untuk memperkuat resiliensi sosial masyarakat pascabencana, sekaligus menjadi fondasi bagi pemulihan ekonomi dan pendidikan anak-anak yang sempat terganggu.

Pemulihan pascabencana di Sumatra Barat, khususnya di Kota Padang, adalah proses panjang yang membutuhkan dukungan kolektif. Kebijakan pemerintah dalam membangun huntara dan menyiapkan hunian tetap patut didukung sebagai langkah nyata memulihkan kehidupan warga terdampak. Dukungan publik, pengawasan konstruktif, serta partisipasi berbagai elemen masyarakat menjadi kunci agar upaya ini berjalan berkelanjutan. Dengan semangat gotong royong dan kehadiran negara yang konsisten, hunian layak bagi warga terdampak bencana bukan sekadar janji, melainkan wujud keadilan sosial yang nyata bagi seluruh rakyat Indonesia.

(* Penulis merupakan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *