Oleh: Bara Winatha*)
Proses legislasi Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi contoh bagaimana reformasi hukum di Indonesia bergerak ke arah yang lebih terbuka dan akuntabel. Pembahasan panjang lebih dari satu tahun menunjukkan komitmen Komisi III DPR RI bersama pemerintah untuk mengedepankan transparansi dalam setiap tahap penyusunan. Melalui pelibatan berbagai elemen masyarakat, aturan ini dirancang agar benar-benar menjawab kebutuhan hukum modern.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman mengatakan bahwa proses penyusunan tersebut didasarkan pada prinsip partisipasi bermakna dan keterbukaan sejak naskah akademik hingga daftar inventarisasi masalah. Ia menekankan bahwa KUHAP baru dirancang untuk memperkuat perlindungan hukum bagi warga negara dan memberi landasan yang lebih modern bagi pelaksanaan peradilan pidana. Dengan demikian, publik mendapat jaminan bahwa aturan acara pidana yang baru ini lahir dari proses dialog, diskusi, dan kolaborasi yang demokratis, bukan keputusan tertutup di ruang parlemen.
Di sisi lain, Direktur Haidar Alwi Institut, Sandri Rumanama mengatakan bahwa proses pembahasan KUHAP telah berlangsung secara transparan karena melibatkan banyak kelompok masyarakat, termasuk lembaga swadaya, akademisi, dan praktisi hukum. Sandri menilai bahwa tahapan legislasi dilakukan melalui diskusi terbuka, rapat dengar pendapat, dan uji publik yang memungkinkan publik memberikan masukan langsung. Ia menilai proses tersebut merupakan cerminan nyata bahwa DPR dan pemerintah menjalankan prinsip demokrasi deliberatif. Sandri juga berpendapat bahwa dukungan masyarakat sipil menunjukkan adanya kepercayaan bahwa KUHAP baru akan membawa wajah baru dalam penegakan hukum.
Selain itu, Menteri Hukum, Supratman Andi Atgas mengatakan bahwa keterlibatan pemerintah dalam penyusunan KUHAP dilakukan dengan menjunjung prinsip inklusivitas dan keberpihakan terhadap masyarakat luas. Pembahasan dilakukan bersama berbagai pemangku kepentingan, seperti organisasi profesi, lembaga bantuan hukum, akademisi, hingga kelompok rentan. Hal ini penting untuk memastikan rumusan KUHAP selaras dengan perkembangan zaman, terutama perkembangan teknologi informasi yang mengubah pola kejahatan dan penyidikan. Melalui proses legislasi terbuka ini, masyarakat dapat melihat bahwa penyempurnaan KUHAP dilakukan tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga untuk melindungi kepentingan publik.
Sejak awal, proses penyusunan KUHAP memasuki agenda prioritas karena KUHAP lama dinilai tidak lagi relevan sehingga memberi ruang terlalu besar bagi aparat penegak hukum tanpa memastikan mekanisme kontrol yang memadai. Oleh karena itu, reformasi KUHAP dianggap sangat penting untuk memperkuat posisi warga negara, memberikan jaminan perlindungan lebih baik bagi korban kejahatan, dan mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan. Dalam pembahasannya, DPR melakukan pendalaman substansi melalui ratusan halaman DIM yang dibahas secara terbuka dalam rapat-rapat resmi. Dengan cara ini, publik dapat menilai bahwa proses legislasi berlangsung dengan tingkat transparansi tinggi melalui dokumentasi dan keterbukaan informasi.
Komisi III DPR telah mempublikasikan dokumen RUU KUHAP sejak awal agar dapat diakses masyarakat. Langkah ini mencerminkan implementasi prinsip partisipasi bermakna yang selama ini menjadi tuntutan masyarakat sipil dalam proses pembuatan undang-undang. Dengan membuka akses naskah RUU, masyarakat dapat menilai, memberi kritik, dan mengajukan perbaikan dalam forum-forum resmi seperti RDPU. Keterbukaan inilah yang kemudian menjadi landasan kepercayaan publik terhadap kesungguhan pemerintah dan DPR dalam membangun sistem peradilan pidana yang lebih manusiawi.
Sementara itu, catatan akademisi juga menunjukkan bahwa penyusunan KUHAP baru membawa beberapa perubahan mendasar dalam hukum acara. Perlindungan terhadap kelompok rentan menjadi salah satu perhatian utama, mengingat KUHAP lama dinilai belum memberikan jaminan memadai bagi perempuan, anak, dan penyandang disabilitas. KUHAP baru juga mempertegas batas-batas kewenangan penegak hukum, mulai dari syarat penahanan, mekanisme penyidikan, hingga perlindungan terhadap potensi penyiksaan. Reformasi ini sekaligus memperkuat peran advokat sebagai pendamping hukum yang wajib dilibatkan dalam seluruh proses.
Di sisi praktis, KUHAP baru akan menjadi pendamping bagi implementasi KUHP Nasional yang mulai berlaku pada Januari 2026. Untuk itu, penyelarasan antara KUHP dan KUHAP dinilai penting agar tidak terjadi ketimpangan antara hukum materil dan hukum formil. Proses penyesuaian ini juga melibatkan Mahkamah Agung yang turut memberi masukan agar aturan teknis peradilan tetap berada di bawah kewenangan lembaga yudisial. Pendekatan ini diambil agar undang-undang tidak bersifat terlalu kaku dan menghambat fleksibilitas penegakan hukum di lapangan.
Proses legislasi KUHAP juga menegaskan peran masyarakat sebagai pengawas publik. Keterlibatan publik melalui konsultasi nasional dan forum-forum diskusi menjadi bukti bahwa masyarakat memiliki pengaruh nyata dalam perumusan undang-undang. Kehadiran kelompok advokat, akademisi, lembaga bantuan hukum, dan kelompok masyarakat sipil memberikan perspektif yang memperkaya rumusan akhir KUHAP. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas legislasi, tetapi juga memastikan bahwa aturan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat.
Reformasi KUHAP menjadi sebuah langkah besar dalam memperkuat sistem hukum nasional yang lebih modern, transparan, dan berbasis hak asasi manusia. Proses legislasi yang terbuka menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia terus berkembang menuju tata kelola hukum yang lebih akuntabel. Dengan KUHAP baru, masyarakat mendapatkan jaminan bahwa hukum tidak hanya ditegakkan secara tegas, tetapi juga dengan penuh keadilan. Melalui legislasi yang demokratis dan transparan ini, Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah penegakan hukum nasional.
*)Penulis merupakan pengamat sosial dan kemasyarakatan.










Leave a Reply