Indonesia-Satu.com

Independen Terpercaya

Program 3 Juta Rumah di Papua Dorong Pemerataan Pembangunan dan Kesejahteraan Masyarakat

Oleh: Sylvia Mote *)

Komitmen pemerintah pusat memperluas akses hunian layak di Papua menunjukkan keseriusan membangun Indonesia wilayah timur. Melalui Program Strategis Nasional 3 Juta Rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto, Papua ditempatkan sebagai prioritas untuk memastikan bahwa masyarakat berpenghasilan rendah dapat merasakan manfaat pembangunan secara langsung. Program ini bukan hanya menjawab kebutuhan dasar akan rumah, tetapi juga menjadi instrumen penting untuk menurunkan kemiskinan, memperkuat aktivitas ekonomi lokal, dan menghadirkan ruang hidup yang lebih sehat dan produktif bagi masyarakat.

Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menyampaikan bahwa pemerintah pusat mendukung penuh usulan pembangunan 14.882 unit rumah layak huni di Papua. Ia menegaskan bahwa kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Papua akan diperkuat agar percepatan pembangunan berjalan tanpa hambatan. Ia juga menekankan bahwa program ini merupakan terobosan strategis Presiden Prabowo yang menempatkan Papua sebagai bagian integral dari pemerataan pembangunan nasional. Pandangan tersebut menegaskan bahwa penyediaan rumah rakyat telah menjadi salah satu prioritas paling nyata dalam agenda pemerintah, terutama di wilayah yang selama ini menghadapi tantangan infrastruktur dan akses pelayanan dasar.

Pendekatan pembangunan hunian di Papua tidak dilakukan secara seragam, melainkan melalui penyesuaian desain dan model rumah yang diselaraskan dengan karakteristik sosial ekonomi masing-masing daerah. Maruarar menyebut bahwa sinkronisasi data pusat dan daerah menjadi kunci agar alokasi rumah benar-benar tepat sasaran. Ia menilai bahwa rumah layak huni tidak hanya memenuhi fungsi fisik, tetapi juga menjadi fondasi peningkatan kesejahteraan yang bertumpu pada kualitas hidup masyarakat. Prioritas ini sekaligus mempertegas bahwa pembangunan Papua tidak lagi semata bertumpu pada proyek besar, melainkan pada kebutuhan dasar yang menyentuh langsung masyarakat.

Salah satu daerah yang menunjukkan kesiapan menyambut program ini adalah Kabupaten Biak Numfor. Pemerintah kabupaten telah mengusulkan 3.400 unit rumah layak huni dan jumlah tersebut diperkirakan bertambah setelah verifikasi data masyarakat berpenghasilan rendah selesai dilakukan. Kepala Dinas PKP Biak Numfor, Frits G. Senandi, menjelaskan bahwa verifikasi berjalan dinamis karena data dari sejumlah kampung datang secara bertahap. Ia memastikan bahwa pemutakhiran data akan terus diperkuat agar pemerintah pusat memperoleh gambaran akurat mengenai jumlah kebutuhan rumah di Biak Numfor. Situasi ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah merespons serius program nasional dan ingin memastikan tidak ada warga berhak yang terlewatkan.

Program ini tidak hanya berlangsung di wilayah pesisir, tetapi juga menyentuh daerah terpencil seperti Kabupaten Asmat yang ditunjuk sebagai pilot project untuk Provinsi Papua Selatan. Target pembangunan 1.000 unit rumah dari total 8.000 kuota provinsi tersebut menandai langkah awal yang penting untuk menghadirkan perubahan nyata di daerah yang selama ini dikenal menghadapi tantangan infrastruktur. Direktur Utama PT Papua Bornesia Nusantara, Johanes Kutanggas, yang juga putra asli Papua, menjelaskan bahwa pembangunan rumah subsidi di Asmat dilakukan dengan mengacu pada kondisi lokal. Ia menggambarkan bagaimana penggunaan kayu lokal menjadi pilihan tepat karena sesuai dengan karakteristik alam dan budaya masyarakat Asmat. Konsep “membangun dari dan untuk masyarakat Papua” mencerminkan pendekatan pembangunan yang inklusif serta memberi ruang besar bagi kearifan lokal.

Johanes menilai bahwa program 3 juta rumah di Asmat membawa makna kemanusiaan yang kuat karena memberikan harapan bagi masyarakat yang membutuhkan hunian layak, termasuk nelayan, pengojek, dan warga tanpa penghasilan tetap. Program ini tidak hanya memenuhi hak dasar masyarakat, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru melalui pelibatan kontraktor lokal, pekerja setempat, serta penggunaan bahan bangunan dari daerah tersebut. Dengan demikian, pembangunan rumah di Asmat tidak berhenti pada penyediaan unit, tetapi menjadi penggerak ekonomi masyarakat.

Apresiasi atas pelaksanaan program juga datang dari tokoh masyarakat. Kepala suku Asmat, Felix Owom, menyampaikan bahwa masyarakat merasa bersyukur karena pemerintah hadir dan memberikan perhatian nyata. Pernyataan ini memperkuat bahwa keberadaan program 3 juta rumah memulihkan optimisme publik terhadap pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

Pemerintah juga mulai memperhatikan aspek keberlanjutan pasca pembangunan. Kawasan kumuh yang direvitalisasi harus dikembangkan menjadi ruang produktif seperti kawasan wisata atau pusat ekonomi kreatif. Pemerintah tidak ingin melihat kawasan yang telah dibangun kembali kumuh setelah beberapa tahun, sehingga pengelolaan jangka panjang akan didorong melalui kolaborasi bersama pemerintah daerah, komunitas lokal, dan pelaku usaha. Pendekatan ini menunjukkan bahwa pembangunan rumah rakyat tidak berhenti pada penyediaan fisik bangunan, tetapi mencakup tata ruang berkelanjutan yang mendukung aktivitas ekonomi serta memungkinkan masyarakat mendapatkan manfaat jangka panjang.

Keseluruhan upaya ini memperlihatkan bahwa Program 3 Juta Rumah menjadi instrumen strategis dalam mempercepat pemerataan pembangunan di Papua. Dengan dukungan pemerintah pusat, kesiapan pemerintah daerah, dan keterlibatan masyarakat lokal, Papua mendapat posisi penting dalam visi besar pembangunan nasional. Kehadiran rumah layak huni tidak hanya menyelesaikan persoalan tempat tinggal, tetapi menjadi simbol kehadiran negara yang berpihak kepada rakyat. Program ini menguatkan pesan bahwa di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, pembangunan Papua tidak lagi bersifat simbolik, tetapi berjalan konkret, terarah, dan dirasakan langsung oleh masyarakat.

*) Pengamat Kebijakan Sosial di Papua

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *